Perjalanan Argopuro : Pengamen Pertama

Kami, tim gunung FUD 2013, pun sampai di terminal Probolinggo. Terminal yang tidaklah besar kalau dibandingkan dengan Bungurasih ataupun Giwangan, tetapi cukup informatif dengan jadwal dan tarif yang tertera di papan elektronik yang dipajang di pintu masuk. Diawali dengan angkut-angkut barang di mobil (angkot carteran?), kami berjalan masuk mencari bus tujuan Surabaya. Dapat. Kami langsung naik. Saya pun mencoba untuk tidur.

Meskipun mata terpejam, saya tau kalau bus mulai berjalan. Ada orang yang melewati saya. Ada petikan dawai gitar. Untaian gitar pun mulai didengungkan. Saya perlahan-lahan membuka mata. Ia adalah seorang pria yang berumur 30-40 tahunan dengan badan yang kekar dan warna kulit sawo matang yang tampak legam terbakar matahari setiap harinya. Dengan celana jeans dan kaos polosnya, ia berdiri tegap di tengah bus sambil memeluk gitar hijaunya. Siap beraksi.

Saya kembali terpejam. Tipikal pengamen jalanan, tidak ada hal yang menarik untuk dilihat untuk saya. Ia pun bersalam sapa ala pengamen yang mungkin kami semua hafal gambaran besarnya. Terimakasih untuk sopir dan kondektur lah, menghibur penumpang lah, basa-basi lah, dan lain sebagainya. Usai. Ia bersiap melantunkan sebuah lagu.

Voila! Saya terkejut. Suaranya menggelegar ibarat memecah ombak, namun tetap pada pilihan nada yang tepat. Tidak fals, bahkan ada getarannya. Saya tidak ahli dalam bidang musik ataupun memahami musik. Nol sama sekali. Tapi yang satu ini bisa dibilang enak didengar. Kekuatannya ada pada suara, bukan musiknya karena ia cenderung memainkan gitar secara ritmis bukan melalui petikan melodis. Saya tercengang, masih dalam mode mata terpejam tentunya.

Saya perlahan membuka kelopak mata untuk kedua kalinya. Ia menghayati lagu yang ia bawakan dengan amat sangat. Siapa sangka lelaki yang terlihat cukup seram dengan tatonya ternyata pelantun lagu religi yang apik? Saya memang beberapa kali menyaksikan orang-orang berperawakan seram ataupun sangar membawakan lagu religi di bus namun mereka tidak sepenuhnya menghayati sehingga tidak ngefeel, kalau menggunakan istilah temen saya yang fokus dalam hal musik. Saya tersenyum. Dalam benak saya, lagu religi dinyanyikan oleh para pengamen jalanan untuk membuat penumpang iba dan tersentuh. Apakah saya iba? Apakah saya tersentuh dengan pengamen yang satu ini? Entah.

Satu lagu. Ya, hanya satu lagu yang ia bawakan. Saya mungkin agak kecewa, tapi yah begitulah. Ia sudah menghampiri penumpang satu per satu dan menyorongkan bungkus makanan sebagai wadah uang. Ia menghampiri orang-orang dengan tersenyum, mengucapkan terimakasih meskipun orang yang didatangi tersebut menolak untuk memberinya. Salut.

Ia sampai di baris paling belakang, seusai meminta semua penumpang termasuk saya. Bersiap turun melalui pintu yang ada di bus bagian belakang. Bus pun melambat. Ia turun ke jalan berbaur dengan hiruk pikuk jalanan.
Previous
Next Post »
0 Komentar

POST A COMMENT