Tempat operasional pertamaku, FUD 2012...
Entah gimana awal mulanya, judul ops ini macem begitu. Yah saya sebagai pengikut sih manut-manut aja. Konsep yang dibangun Dyaning sebagai PO mungkin ada hubungannya dengan pasangan hot yang sedang naik daun akhir-akhir ini. Saya tidak tahu.
Awangers, begitu sebutan kami di ops kali ini, memulai awal ops dengan jogging dan CT. Anehnya, di kedua hal itu kita ga ada yang jebol larinya alias masuk hitungan semua. Rekor baru buat saya yang hampir ga pernah ga jebol. Ahaha. Akan tetapi Yandi sebagai kadiv terlihat tidak puas karena ga ada yang jebol, alhasil naturta gedung K dipakai sekalian mengganti naturta GSP karena hujan yang turun tanpa kompromi. Saya pun jebol.
During day! Kali ini tim kami ketambahan satu personil baru, Erdiska. Yah sebagai orang yang baru ikut ops satu kali dia uda membaur dengan baik, sangat baik malah kalo saya bilang. Saya gabisa seperti itu. Di lain pihak, Afiq yang biasanya ops kali ini ijin gabisa ikut. Ulang tahun. Entah apa alasannya kenapa ga ikut. Family time kali ya.
Kumpul di kampus jam 7.15 begitu kata PO. Saya datang jam 7 tepat, maklum belum sempat packing perkap tim. Masukin ini, masukin itu. Set set set, selesai. Saya melihat ke jam dan uda 7.25. Belum ada yang datang kecuali saya. Tim gunung sendirian. Jangan-jangan uda pada berangkat semua ya? Terus saya ditinggal? Pikiran-pikiran negatif terus berkecamuk dalam benak saya. Maklum, uda dari dulu dibiasakan tepat waktu. Jadi semenit aja nunggu tu gabisa. Gabisa sama sekali, kalau tanpa alasan yang jelas. Biasanya mood langsung jelek dan semua orang bisa kena.
7.45, tim uda pada ngumpul. Akhirnya kita berangkat jam 8 lebih sedikit. Perjalanan kami melewati jalan hancur karena jalur itu didominasi oleh truk pasir yang notabene beratnya berton-ton. Yah, skill pembawa stang motor diuji di sini. Saya ga bakal bisa lulus. Untungnya mbonceng. Usai menghantam jalur tiada maaf tersebut, kami sampai di basecamp jam 10an. Pak Suro, ialah yang punya rumah. Baik dan welcome. Kadang malah membuat saya pekewuh kalo lagi main ke sini.
Ops dimulai! Kami berjalan santai menuju titik pertama, dengan leader Febri dan Diska. Awalnya sih kita ngerjain Diska dengan nyasar-nyasarin dan engga memberi tau jalan naiknya. Tapi mungkin temen-temen pada iba, akhirnya disupport juga deh. Kami sempat melewati Kali Woro yang isinya pasir-pasir vulkanik dan jalur air. Sungguh lebar, sungguh besar. Mungkin selebar Jalan Humaniora, dikalikan dua atau malah tiga kali. Setelah menyebrang, kami naik dan langsung belajar untuk navigasi darat.
Firasat. Seperti ada bisikan, saya mendapat wangsit bahwa tak lama lagi hujan akan turun. Hujan deras. Makanya saya langsung minta leader buat bergegas ngejar titik. Sekitaran jam 11 kami sampai. Seusai menyelamati para leader, saya dan Dyaning langsung balik ke sebrangan Kali Woro. Kita berdua leader titik dua.
Benar saja, tepat sebelum menyebrang Kali Woro hujan turun ga tanggung-tanggung. Ibarat ditumpahkan dari langit tanpa ampun. Untung udah sampai sini. Ponco kami kenakan dan langsung saja menyebrang mumpung belum ada aliran lahar dingin. Hujan yang begitu derasnya membuat jarak pandang menjadi pendek. Tanpa terasa, Diska kecer dan tak tau ia ada di mana.
"Je, nungguin Diska apa tembus aja?" tanya saya ke Dyaning saat itu.
"Ya kita duluan aja."
Well tiap saat memang kita diminta untuk membuat keputusan, dan tiap keputusan pasti ada konsekuensinya. Tim kita bagi dua, saya berduet dengan Dyaning kejar target dan yang lain nunggu kedatangan Diska. Kami berdua berjalan by compass saja karena memang uda ada jalur yang jelas. Hujan tak henti-hentinya menerjang langkah berat kami. Rembesan air mulai mengalir di seluruh tubuh. Mungkin tempat yang kering hanya tas yang sedari tadi saya gendong.
Untunglah, jam 12.30an hujan mereda dan tak lama kemudian titik dua pun berhasil diraih meskipun dengan lepas karier karena jalur yang tidak memungkinkan. Waktunya kami snacking. Kali ini snacking disponsori oleh ibunda Dhika dengan arem-arem jumbo yang luar biasa nikmatnya. Hmmm.
Pernahkah Anda mendirikan ibadah di tempat yang "baru" bagi Anda? Mungkin itu pertanyaan pertama yang terpikir dalam benak Diska. Ini pertama kalinya ia shalat di ops gunung. Agak bingung, agak canggung. Untuk melepas kecanggungan, Dhika meminta sahabatnya ini untuk adzan. Kebiasaannya gitu, kata Dhika. Padahal semua itu murni keusilan dari anak yang satu ini. Entah polos atau gimana, Diska pun mau-mau aja. Saya sempet rekam sedikit kok, barangkali ada yang minat melihat personil baru yang bulliable ini.
Jam 14.00, kami mulai jalan lagi. Cukup cepat karena kami menuruni punggungan. Tim sempat terpencar karena pisau Febri yang ternyata ketinggalan di tempat snacking. Beruntung tidak lama kemudian kami saling bertemu. Perjalanan dilanjutkan menuju titik Enop dan Mas Hanif. Kali ini kami menyebrangi dua sungai. Ya, dua sungai. Hanya saja tidak selebar Kali Woro, makanya ga terlalu waswas. Bingung mau nulis apa di proses titik tiga ini karena lancar-lancar aja.
Camping sekitar jam 16.00, kami sempat bingung mau mendirikan tenda di mana karena dimana-mana ada ladang orang atau pohon yang baru ditanam. Akhirnya setelah perjuangan keras yang menguras tenaga, kami menemukan tempat lapang. Doming lancar-lancar aja, paling cuman pembagian tenda (tempat tidur) yang agak kontroversial. Diska engga dapet bagian (dikerjain juga sih) dan Dhika diusir dari Consina karena matrasnya yang luar biasa penuh dengan lumpur kering.
Masak, saya tinggal tiduran karena jatah saya besok pagi hari. Makanan tersaji, makan udah deh setelah ngobrol-ngobrol ga jelas (batu tenggelam) kami pun tidur untuk mempersiapkan tenaga untuk esok hari (ada beberapa cerita random sih..haha).
Alarm berdering, katanya. Karena saya memang ga ngeset alarm kalo engga lagi jadi PO. Disuruh bangun ya saya manut-manut aja. Saat itu jam 05.30, molor setengah jam, begitu kata PO. Tapi setelah crew masak bangun dianya tidur lagi. Yaelaah. Entah apes atau cerdas bagian pagi ada Dhika, Febri, Enop, dan saya. Kita tim masak malam hari ketika di Wanagama. Kita adalah experiman experiwoman yang suka membuat masakan jadi "aneh" karena serba "coba-coba". Yah meskipun ada yang gosong, kemanisan, lupa dikasi bumbu dan sebagainya, at least masakan kami bisa dinikmati kok :)
Persiapan jalan sempat diawali dengan kepanikan Enop yang kehilangan kompas. Ternyata hanya ketlingsut di dalam tasnya. Satu hal yang unik, kompas itu engga ada di tempat itu (katanya) tetapi ada di sana begitu Diska menyuruh Enop untuk mengecek bagian itu. Entah apa yang sebenarnya terjadi.
Titik empat, dipimpin oleh Dhika dan Yandi. Titik empat ini adalah titik Yandi tahun lalu yang paling ribet, paling rumit di antara temen-temen 2011 saat itu karena modal skill Yandi yang tinggi. Kami sempat salah punggungan, masuk di punggungan sempit yang mungkin mirip dengan "Jembatan Setan"nya Merbabu via Wekas. Malah kalau boleh saya bilang, jalur ini jauh lebih ngeri karena lebarnya mungkin hanya 2 tegel, kira-kira 60cm lah. Terus kanan kirinya jurang curam yang begitu dalam. Belum lagi tidak adanya "jalur" dan trek yang terus menanjak. Awalnya saya sih fine fine aja ya tetapi lama kelamaan punggungannya menyempit hingga jalur tersebut hanya sepanjang penggaris 30 cm saja, begitu ungkap Dhika yang berjalan paling depan seraya mengilustrasikan dengan kedua tangannya. "Nek arep akrobat apa sirkus yo ayo," ujarnya.
Kami kembali ke awal punggungan. Saya berlari. Kaki saya terlanjur tremor akibat jalur tadi jadi mending sekalian banter. Maklum, takut ketinggian. Di atas tadi, kita sempat orientasi medan dan menyimpulkan bahwa punggungan yang dimaksud ada di sebelah barat kami. Langsung saja begitu di start punggungan kami sasak saja meski ga ada jalur. Ternyata ada, cuman jalan agak jauh karena konturing (mengitari punggungan). Hedehh. Begitu merasa yakin inilah punggungan yang dimaksud kami trabas jalur, jalan terus.
Setahun yang lalu, FUD 2012, tim gunung juga pasang titik di punggungan ini. Jalur saat itu benar-benar rapat dan terjal. Semacam f**k yeah. Untung saat itu dibuka dengan sungguh-sungguh oleh Mas El dan Moni. Ditambah lagi para pengaspal macam saya, Wulan, Gaby, Mas Hanif dan Afiq (dengan tas gunung Mas El) serta trio sumatera 2009 (Wahyu, Gerry Deddy dengan karier Moni). Hasilnya bisa dipetik saat ini. Jalur bukaannya uda keliatan cuma perlu buka jalur seperlunya, kata Dhika. Meskipun demikian saya salut dengan skill buka jalur Dhika. The bacoker (sebutan untuk pembuka jalur).
Hari ini kami snacking tepat waktu. Yah molor sekian menit sih karena tadi pas jam snacking kami masih di area yang tertutup vegetasi, sehingga Mas Hanif dan saya menyarankan untuk naik lagi di tempat yang lapang dan terbuka. Snack yang ada hampir semuanya remuk, efek dari packingan tas saya yang padat. Akhirnya seksi konsum memutuskan untuk bebas beradab saja. Bebas biadab hasilnya.
Perjalanan pun dilanjutkan, masih dengan Dhika sebagai firstliner (pembuka jalur paling depan untuk "membuka" jalur) dan Yandi sebagai secondliner (pembuka jalur kedua untuk "merapikan" jalur). Febri, saya, dan Mas Hanif cukup jadi sweeper. Trek makin nanjak dan ga jelas karena tertutup rumput gajah. Sudah dekat ini, pikir saya. Benar saja, jam 13.35 kami sampai di titik empat. Yeah!
Kita berdelapan beristirahat untuk recover tenaga. Dhika, Febri, dan saya menjalankan tugas dokumentasi. Kami sempat membuat video untuk rekan tercinta, Afiq. Saya tanya Diska, ternyata dia kelelahan. Pusing, begitu keluhnya. Enop dengan kaki kesleonya pun selonjoran pasrah. Dyaning sebagai PO hanya tercenung saja di samping kekasihnya, kelelahan.
Waktu belum sempat mampir ke angka 14.00, kami turun untuk mengejar titik lima dekat basecamp. Diawali oleh Febri dan saya kemudian disusul Mas Hanif, kita bertiga bertugas sebagai leader. Jalur yang tadi cukup lama ditempuh, kami lalui dengan singkat. Ditambah bonus tari-tarian turun gunung tentunya. Jatuh kanan, jatuh kiri, oleng, ngglimpang, sampai njlungup. Beruntung kami baik-baik saja, engga ada yang cedera. Kita sempet istirahat di sabana (cuman mirip aja sih) sambil melihat panorama yang eksotis. Sungguh saya bersyukur dikaruniai mata yang masih bisa melihat indahnya alam, karena kamera-kamera yang kami bawa pun tak dapat mengabadikan momen secantik ini sebagaimana mata pemberian Tuhan.
Aneh, ketika saya nge-lead pada ops kali ini pasti ada aja yang kecer (ketinggalan). Kali ini Enop dan Dyaning. Bukan salah leader kalau saya bilang (agak defense sih) karena tugas utama leader adalah menentukan jalur dan nge-attack tempat camp (saat pendakian). Kalau ada yang kecer, itu masuk fungsi sweeper yang biasanya saya dan Mas Hanif berada pada posisi ini pada FUD 2013. Menjadi sweeper itu cuman butuh sabar aja sebenernya, untuk skill navigasi, baca peta, pilih jalur ya itu tambahan aja. Saya juga sedang berlatih untuk menjadi sweeper yang bisa diandalkan, karena memang tim FUD kali ini hampir semuanya bermental leader. Yah mau gak mau sih.
Tim yang sempet kecer itu akhirnya bertemu di titik perbatasan Jateng-DIY, sesuai kesepakatan yang kami buat saat di atas. Lanjut. Entah salah jalur atau gimana, kami malah sampai di Gardu Pandang Balerante. Ternyata kami masih terlalu Barat, potong kompas deh ke arah Timur. Apesnya, potong kompas ini sesekali melewati rumah warga yang biasa dijaga oleh satu dua anjing. Alhasil anjing sekompleks menggeram dan melolong karena kedatangan kami. Diska lari njrantal (lari terbirit-birit) karena ketakutan oleh anjing. Konyol.
Kami sampai di rumah Pak Suro. Disambut bak tamu kerajaan karena langsung dipersilakan masuk dan disuguh minum dan camilan. Saya sibuk packing ulang dan berganti pakaian, begitu juga dengan teman-teman yang lain. Hingga akhirnya setelah dipersilakan berkali-kali, kami pun masuk dengan wangi khas kami. Keringat. Saya masih kesulitan menggambarkan detail yang terjadi saat itu karena masih agak terharu. Sungguh Pak Suro dan keluarga sangat welcome dan baik pada kami. Kami tidak memberi apapun, sungguh tak ada satu hal pun yang kami berikan pada mereka. Tetapi semua makan-minum yang ada di rumah seperti dikeluarkan, disuguhkan untuk kami. Besok saya buat tulisan baru saja lah ya.
17.00, kami pulang. Jalur yang berbeda karena kapok dengan jalan rusak kemarin. Dhika dan saya yang satu motor sempat kecer, untung skill navigasi kami mumpuni meski gatau medan (bejo-bejoan sih). Akhirnya kami sampai di sekret Palapsi, alhamdulillah. Di akhir ops biasanya kami culat lalu dilanjutkan evaluasi. Cuman karena divisi lain pada culat dan lama, akhirnya kami eva dulu baru culat. Dyaning sudah mencak-mencak karena molor. Yah pengalaman yang seru.
Sampai jumpa lagi, Balerante...