Sang Pemakan Impian (1)

"Rumit? Tidak juga. Secara singkat, kalian hanya memiliki tiga pilihan. Menjadi predator. Kalah dengan predator. Atau berjuang sampai akhir hingga impian tercapai."

Semenjak beberapa tahun yang lalu, saya selalu berkeinginan menulis sesuatu yang terkait dengan tanggal cantik di Bulan Desember. Tetapi wacana tetaplah wacana. Meskipun rangkaian tulisan yang hendak ditulis relatif berbeda, namun ujungnya tetap sama. Nihil. Tahun 2014, tulisan yang ingin saya posting telah terangkai secara runtut di kepala. Tinggal ketik, namun apa daya ada saja yang terjadi.

Tulisan ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan Desember atau apapun yang biasa saya tulis, karena memang tulisan ini hanya berisi keisengan belaka. Buah dari ketidakaktifan menulis di blog selama beberapa saat.

Ketika saya SMA seorang guru pernah berkata di dalam kelas, "Tempat ini adalah tempatnya anak-anak cemerlang. Ada yang percaya?" Saya masih ingat betul bagaimana beliau membuka pertanyaan di dalam benak kami.

"Yakinlah. Semua anak di sini cemerlang dan memiliki impian yang membanggakan."
"Tetapi. Ada kalanya seorang anak menyerah dengan mimpi tersebut dan meninggalkannya," kami pun mulai tak paham dengan arah pembicaraan beliau.

"Karena tak mau sendiri, maka ia pun mengajak rekannya untuk ikut meninggalkan mimpi pribadinya. Kalau perlu dengan pemaksaan. Dialah predator impian."

Sekian tahun berada di masa putih abu-abu, sebagian waktu saya habis dimakan Sang Predator. Untungnya ketika injury time, saya mampu meluruskan kembali tonggak tujuan sehingga bisa berakhir bahagia.

Apakah kemudian saya bebas setelah lulus dari SMA? Awalnya saya pikir, YA. Tetapi itulah kesalahan terbesar saya. Ternyata TIDAK. Predator tersebut hanya semakin lihai memainkan kartunya, membuat seseorang terbuai dalam area nyamannya. Bahkan ada kalanya ia berasal dari lingkungan terdekat. Lengkaplah sudah syarat-syarat untuk memupuskan harapan. 

Pernahkah kamu memiliki impian, impian yang besar, sangat besar mungkin, kemudian kamu sampaikan ke orang lain? Gimana tanggapan yang diberikan oleh orang itu? Ada yang mendukung? Tentu ada. Tapi tak jarang pula orang menyanggah, mencibir, menghalangi, bahkan menjatuhkan. Iya kan? Beruntunglah engkau yang belum pernah merasakannya dan semoga tidak akan merasakannya.

Terus? Nyerah? Haha, apa enaknya? Apa nikmatnya hidup tanpa impian tanpa target tanpa tujuan? Tanpa itu semua hidup adalah sebuah rutinitas ibarat lagu dalam kaset yang diputar berulang ulang. Kita akan merasa lebih "hidup" jika ada sesuatu yang bernama "impian" bukan?
Previous
Next Post »
0 Komentar

POST A COMMENT