Hidup ini ibarat sebuah perjalanan. Begitulah kata banyak orang. Yap, perjalanan. Bisa jadi panjang ibarat berkunjung ke Argopuro via Baderan atau mungkin pendek seperti memuncaki Gunung Purba Nglanggeran, tiada yang tahu. Sebenarnya analogi tersebut engga selamanya pas juga sih, mengingat tujuan utama seorang petualang bukanlah mencapai puncak. Entah apapun "puncak" yang dimaksud itu, puncak gunung, akhir jeram, nge"top" tebing, atau apapun. Bukan "puncak" yang itu, tujuan utamanya adalah pulang. Pulang sampai ke rumah dengan selamat.
Perjalanan mencapai "puncak" itu pun tak ada yang tau waktu sesungguhnya. Ada yang mencapai "puncak" pendek namun membutuhkan waktu panjang, begitu pun sebaliknya. Dan terkadang setelah pulang pun ada perjalanan-perjalanan lain yang kita tak pernah tahu sebelumnya. Tak ada yang tahu bagaimana perjalanan itu sesungguhnya, mungkin berhenti di tengah jalan setelah ataupun sebelum mencapai "puncak".
Tak ada perjalanan yang dapat kita pahami kisahnya sebelum dilaksanakan. Kita hanya bisa merancang rencana berdasarkan berbagai gambaran yang ada. Persiapan dalam berbagai aspek pun tak jauh dari apa yang kita tahu sebelumnya. Tak ada yang tahu, tak ada yang pasti.
Perjalanan yang kita tempuh pun belum tentu perjalanan seorang diri. Pasti ada teman. Setidaknya ada rekan lain beda tim yang akan berjumpa dengan kita. Mungkin saja. Kemungkinan untuk keasyikan berinteraksi pun tidak tertutup. Kita nyaman dan bahagia dengan mereka. Tetapi sebuah perjalanan tetaplah perjalanan. Persimpangan jalan ataupun perbedaan "puncak" bisa memisahkan hubungan dinamika yang apik.
Hidup penuh dengan kemungkinan, begitu juga dengan perjalanan. Jika dalam perjalanan ini saya bertemu lagi denganmu apa yang akan terjadi? Tak ada yang tahu. Mungkin engkau telah bersama rekan lain, mungkin saya akan mengharapkanmu, mungkin kita ibarat orang tak kenal sama sekali, terlalu banyak kemungkinan.
Ketika pertemuan itu, seiring kaki kita melangkah semakin mendekat perlahan akankah engkau mau memanggil nama itu? Akankah kau melakukannya saat kita baru sebatas berpandangan? Ataukah ketika ketika jarak kita sepanjang lengan? Atau waktu wajah kita berpapasan? Atau mungkin kau tidak akan pernah memanggil, melewati diri ini sambil lalu tanpa menghiraukannya sedikit pun.
As you walk on by, will you call my name?
Tidak, saya tidak pernah tahu engkau akan memanggilnya atau tidak.
As you walk on by, will you call my name?
Jika engkau panggil, pertemuan itu akan memiliki kisah yang bermakna dan mungkin berujung pada kebahagiaan.
As you walk on by, will you call my name?
Kalaupun tidak, saya harap kita tetap bahagia dalam jalan yang berbeda.
0 Komentar
POST A COMMENT