Bahkan di Kepanitiaan..

Bahkan di Kepanitiaan..
"Harusnya kamu dapet sms dari Koor Perdek, Nggra." Pesan singkat dari Iqbal, SC PRK TKA, membuatku mengangkat alis.

Aku daftar sie Perdek PRK, ikut proses seleksinya (yang ga bakal aku bocorin di sini, biar keliatan profesional), dan tinggal nunggu sms kepastian diterima atau engga. Aku ingat betul saat itu aku masih di basecamp, selepas operasional gunung. Entah di Ungaran atau di Turgo, aku tak ingat pasti. Yang jelas, mendung menghinggapi kami. Rintik hujan mulai membasahi. Masih terbayang, saat itu hp tercinta sudah dibalut ketat dengan plastik bening.

Mestinya aku diterima, faktanya tiada dering sms dari orang yang dimaksud. Apa yang terjadi? Sampai sekret pun pikiran ini masih membayang di benakku. Setelah menaruh carrier di atas bangku kayu di sekre, aku beranjak ke bilik. Menemui iqbal.

"Iya kamu masuk, Nggra. Suer," ucapnya sambil mengangkat jari tengah dan juga telunjuknya.
Mau engga mau aku percaya. SC bukan cuma ada untuk mengonsep acara. Mereka juga turun, masuk ke dalam sie-sie kepanitiaan untuk mendukung kinerja sie itu. Untuk perdek, ada Iqbal. Bingung. Well, bukan apa-apa. Aku hanya ga suka digantungkan. Kalo ga diterima yauda ga keterima, kalo diterima yauda masuk. Yang aku butuhkan cuma kepastian. 

Kalbuku menjerit dalam diam saat itu. Ga cuma dalam percintaan, tapi dalam kepanitiaan pun perasaanku digantung. Hati dan pikiranku bukan barang elektronik obral yang digantung saat pameran komputer datang. Hanya dipajang di atas etalase dan cuma sekilas dilihat orang yang lalu lalang. Yang tak jarang dipandang sebelah mata dan membuat orang tersungging, sinis. Bukan.

Di tengah pikiran yang berkecamuk, dering sms khas dari Nokia berbunyi.
"Hehe, maaf ya kemarin aku ga punya pulsa buat ngabarin, kamu keterima jadi Sie Perdek PRK! Ayo berjuang bersama."
(inti smsnya begini)

Kayaknya aku punya koor yang sangat simple-minded.

Keputusan atau Keputusasaan?

Keputusan atau Keputusasaan?
"Gimana acara TKA, uda ada bayangan Nggra?" tanya Didit, teman saya yang juga Steering Committee (SC) PRK TKA.
"Belum ada bayangan, Dit," jawab saya singkat.

Well, ini lanjutan dari tulisan Acara TKA yang saya buat Oktober lalu. Yason, Ketua OC TKA 2012, kayaknya suka main judi. Wong saya ga pernah terlibat kepanitiaan dan ga pernah juga jadi sie acara kok ya dipercaya jadi koor acara. Sebenernya saya pun berhak menolak. Tapi dasar hobi coba-coba, saya pun terima tawaran itu. Tanpa mikir gimana kerjanya cara. Tanpa mikir bakal sukses engga TKA besok. Challenging.

Waktu itu saya sedang berdiri berduaan dengan Didit di depan papan recruitment panitia PRK TKA. Kami sama-sama single. Tapi iman yang kuat dan orientasi yang lurus membuat kami tidak melakukan hal-hal menyimpang, saat itu. Hanya memandang papan yang tertampang foto kami berdua meski berbeda frame. Saya di Acara TKA dan dia di Pemandu PRK juga Keamanan TKA.

Sial. Acara kayak gimana yang bakal kamu buat?
Saya pun kepikiran untuk mundur dari Koor Acara TKA.

Memang, Didit mengerti aku. Satu sarannya, ikut PRK biar bisa belajar dari Acara PRK. Sekedar info, jarak PRK ke TKA kurang lebih satu bulan. Jadi saya harus siap dalam waktu sebulan itu ngerapel tugas Acara TKA berbekal pengalaman dari PRK.

"Kamu tu kerjanya ga sendiri, Nggra. Kerja tim," hiburnya suatu waktu.

Saya terhenyak. Kesalahan konyol. Mindset yang sejak awal sudah salah. Bukan single fighter yang harus berlaga sendirian, melainkan tim. Saya merasa semua pekerjaan akan saya tanggung sendiri, meskipun tau saya hanya manusia biasa yang bahkan tak punya pengalaman apa-apa di bidang ini. Njuk ngapa? Pengalaman emang penting, tapi kalo anggota-anggota tim ku uda berpengalaman kan juga uda cukup. Defense Mechanism - Rationalization. Beban saya pun sedikit terangkat. Saya kembali mendongak, memilih sie kepanitiaan PRK yang akan saya masuki.

"Kalo acara gimana, Dit?"
"Acara PRK? Sibuk banget lho itu. Tapi terserah kamu sih."
Saya terdiam. Saat itu saya pun di tengah padatnya jadwal FUD Palapsi, letih.
"Gimana kalo Perdek? Kan kerjanya ga banyak, jadi kamu bisa memperhatikan Acara PRK dari sudut pandang Perdek," ucapnya memecah keheningan yang menyelimuti gedung kuliah saya.
Saya tidak menjawab. Hanya tersenyum, kemudian meraih pena. Nama dan nomor hp saya cantumkan di lembar kepanitiaan PRK. Perdek.

Keputusan atau keputusasaan? Saking bingungnya ga ada jalan buat nyiapin acara akhirnya ndaftar acara lain untuk belajar. Yang mana pun itu tetep bakal saya jalani. Berhasil ya bertahan hidup. Hancur ya hancur sekalian. Gambling.

"Ayo ke kantin, Dit. Aku laper kebanyakan mikir."

FUD 2012 Mount Division Palapsi

Sebuah memoar...
Thanks to Wahyu Achmad S for the video

Menuju Puncak Kenikmatan Nan Barokah di Negeri Pasundan
Memori ketika saat-saat yang melelahkan...
Para Pencari Nikmat : Hanif, Moni, Wahyu, Diyan, Gerry, Yandi, Isti, Afiq, Anggra
Never Give Up!

As You Thought

As You Thought

Dan saat itu aku berdiri di tengah tanah lapang yang dipenuhi dengan orang-orang. Training. Aku hanya melihat. Sayup-sayup suara trainer pun melaju diterbangkan angin. Menabrak daun telingaku. Ianya pun tergolek lemas di lorong telinga yang gelap. Pasrah mengalir. Menabrak gendang telinga.

"Lebih sehat, Lebih Kuat, Lebih Kaya," ucapnya. Menirukan statement dari seorang motivator ternama, ketika motivator itu masih berjuang menggapai mimpinya. You are what you think.

"Kamu adalah apa yang kamu pikirkan. Hati-hati dengan pikiranmu."
Angin yang mendayu-dayu ke arah yang berseberangan menghapus suara trainer yang kudengar sayup-sayup. Pergi. Mengunjungi telinga-telinga lain yang membutuhkan inspirasi.

Naik Kandang, Turun Sewu - Lawu 28-30.12.2012

"Nggra, jadi PO pendakian Lawu ya?" ucap Yandi satu waktu.
Saya pun terdiam dan mau tidak mau mengiyakan karena yang lain pun sudah dapat kesempatan buat jadi PO dan saya sendiri yang belum. Gunung Lawu, yang tingginya 3265m dpl, adalah gunung yang penuh kenangan. Puncak pertama. Saat itu saya masih SMA dan sedang galau. Haha. Naik gunung memang sarana pelampiasan galau yang efektif. Tetapi kali ini saya berencana untuk naik lewat jalur yang belum pernah saya lalui, Cemara Kandang.

Searching informasi biar tau gambaran medan dan ternyata Cemara Kandang (CK) itu lebih landai daripada Cemara Sewu (CS), jalur yang saya pakai dulu. Mungkin karena CS bener-bener nanjak kayak tangga ya, jadinya juga lebih cepat sampainya. Oke, kayaknya persiapan udah beres nih. Masa-masa pra ops yang melelahkan pun selesai, saatnya ops!

Eka, Endro, Rofiq, Hanif, Enop, Azzam, Dyaning, Febri, Wahyu, Afiq, Yandi, dan aku. Dua belas orang mahasiswa yang berencana melepas kegalauan di tengah kalutnya kegiatan perkuliahan. Kami berangkat dari kampus Psikologi jam 16.30an, sedikit terlambat karena guyuran hujan deras menaungi kita sore itu. Kami pun berangkat ditemani rintik hujan sepanjang jalan raya Jogja-Solo.

Setelah malam datang, kami pun berhenti pukul 19.00an di rumah makan Puk We (juPuk dheWe) di seberang kampus UNS. Tidak secara bersamaan. Kami terpisah-pisah akibat padatnya lalu lintas sepanjang perjalanan kami, sehingga ada satu dua yang nyasar karena tidak tahu meeting pointnya. Di rumah makan itu ada satu peristiwa langka, Afiq ketemuan dengan pacarnya, Duhita. Pacar Afiq kuliah di UNS dan mereka jarang ketemuan. Well karena blog ini bukan media bergosip, lebih baik saya skip. Singkatnya, kami menunggui Afiq pacaran sampai-sampai diusir pemilik rumah makan karena udah jamnya tutup. Akhirnya kami pun berpisah dengan Duhita dan melanjutkan perjalanan pukul 20.30.

Selepas dari Solo, inilah perjalanan yang membuat adrenalin saya terpacu. Jalan berkelok dan tanjakan tanpa maaf seakan menguji tunggangan kami. Untungnya motor-motor yang kami bawa adalah motor pilihan yang sudah teruji sehingga dengan pelan tapi pasti berhasil melalui halangan yang ada. Meskipun sebelum sampai di basecamp turun kabut tebal sehingga saya harus membantu pengemudi motor yang kesulitan mencermati keadaan jalan. Kami pun sampai dengan selamat di basecamp Cemara Kandang jam 10-11an. Setelah sedikit beramah-tamah dengan penjaga basecamp, kami tidur di mushalla karena kebetulan ruang basecamp sudah penuh dengan pendaki. Yah, alhamdulillah masi dapat tempat.

Pagi menjelang ditandai dengan anak-anak (gatau darimana) yang ribut dan menyenteri kami saat tidur. Mungkin niatnya mau Subuhan tapi engga bisa karena terhalangi. Jam 05.30, rombongan saya sudah terbangun dan selesai sholat kemudian kami berencana untuk sarapan. Untuk sarapan saja, kami (saat itu berada di Jawa Tengah) harus menempuh jarak yang sangat jauh karena belum ada warung yang buka. Kami berjalan mengikuti jalan raya sampai akhirnya menemukan sebuah warung yang buka, di Jawa Timur. Well, cari sarapan lintas provinsi.

Soto hangat dan pecel khas daerah itu kami santap dengan lahap, kemudian bergegas kembali ke basecamp mumpung cuaca masih baik untuk pendakian, cerah-cerah berawan sedikit mendung. Pukul 08.00an kami sudah bersiap-siap untuk melakukan pendakian, kami melakukan pemanasan, briefing singkat dan ber Never Give Up terlebih dahulu. Start pendakian pukul 08.30.

Never Give Up!

Di awal pendakian kami disambut dengan trek yang cukup landai dengan hutan yang tidak terlalu lebat. Pendakian kami bagi menjadi dua kloter agar tidak terlalu 'macet'. Di kloter depan ada Febri, Rofiq, Afiq, Azzam, Dyaning, dan Yandi. Sedangkan di belakang ada Enop, Endro, Eka, Wahyu, Hanif, dan saya. Kami di belakang sangat santai karena disambi curhat-curhatan terutama Eka dan Wahyu, keduanya notabene adalah ikon patah hati yang sedang naik daun akhir-akhir ini.

Warung di dekat Pos 1

Tepat pukul 09.35, setelah menempuh trek yang sedikit menanjak, kami telah sampai di Pos 1 : Taman Sari Bawah (2237m). Di pos ini ada bangunan dari seng dan dilengkapi dengan halaman yang cukup untuk menampung 2 tenda berukuran 6 orang. Kalau tidak salah lihat, di pos ini ada sebuah warung yang menjajakan makanan saat itu. Kami tidak mampir karena karena penuh dengan rombongan pendaki lain, jadi sungkan. Setelah melepas dahaga dengan seteguk air, kami pun melanjutkan perjalanan.
Istirahat dulu di Pos 1

Pelan tapi pasti kami melangkah sambil menikmati panorama di kanan kiri kami. Pohon-pohon kecil yang rapat dan tak sedikit yang kering seakan memandu perjalanan kami yang didominasi dengan trek tanah yang sedikit menanjak. Saya terpisah dari kloter. Yang depan terlalu cepat, yang belakang juga sudah ketinggalan.    Akhirnya saya berhenti sejenak sambil merenung. Well, perenungan saya akan ditulis di bagian yang lain saja karena tulisan ini dimaksudkan untuk catatan perjalanan saja.

Jalur seperti 'Terowongan' ~ menuju Pos 2

Trek kemudian sedikit terbuka, dengan vegetasi yang tidak terlalu tinggi, menandakan pos 2 telah dekat. Benar saja, Pos 2 : Taman Sari Atas (2470m) telah kami raih pada pukul 10.28. Sama halnya di pos 1, pos 2 juga ada bangunan yang dapat dipergunakan untuk berteduh, meskipun keadaannya bisa dibilang kumuh alias banyak sampah. Di depan bangunan ada sebuah bangku yang terbuat dari bambu dan dapat dipergunakan untuk berbaring, meski dengan kaki agak menggantung.

Azzam dan tangan Febri di depan Pos 2

Kami bersantai dan menenggak air untuk menghapus dahaga yang menyerang. Cuaca saat itu gerimis kecil, gerimis kabut nampaknya karena tidak lama berselang muncullah sang surya menghantam kami dengan sinarnya. Malas kepanasan, kami pun melanjutkan perjalanan lagi.

Perjalanan ke pos 3 diawali dengan trek yang mirip dengan jalan menuju pos 2. Hanya saja lebih menanjak dibanding sebelumnya dan bau belerang cukup kentara muncul dari sisi kanan jalur pendakian. Saya lirik peta jalur pendakian. Kawah Candradimuka, begitulah kiranya bentukan yang terpampang dengan gagahnya di bawah sana. Takut akan hal yang tidak-tidak, saya mempercepat langkah kaki agar segera menjauh dari sumber bau belerang tersebut.

Trek yang terus menanjak dan istirahat yang singkat membuat fisik kami lumayan terkuras. Trek landai yang kadangkala muncul pun tak banyak menolong fisik yang mulai lelah. Febri yang awalnya menjadi leader pun turun panggung, digantikan Rofiq yang sejak awal bersemangat untuk menggapai puncak. Jam 11.15 kami berhenti meskipun belum sampai di pos bayangan yang harusnya sudah dekat. Sebotol air berukuran besar pun kami santap bersama permen ataupun cemilan seadanya. "Yuk lanjut," ajakku setelah tenaga kami pulih tak lama setelah itu.

Istirahat di tengah jalan

Benar sesuai dugaan, tidak jauh dari tempat kami beristirahat tadi ada sebuah pos di kanan jalur yang (menurut saya) lebih asri dan bersih daripada dua pos sebelumnya. Itu adalah pos bayangan dengan bangunan dan areanya tertutup pepohonan. Wah tau gitu mending istirahat di sini saja, lebih sejuk. Istirahat yang tadi sangat engga nyaman. Selain karena berhenti di tengah jalur pendakian yang sempit, tidak adanya pohon membuat area tersebut panas dan gerah.

Tanggung karena baru saja beristirahat, kami melanjutkan langkah menuju pos 3. Nanjak, memang. Tapi sepadan dengan panorama yang diberikan. Lautan awan. Kami tim belakang banyak menghabiskan waktu untuk mengobrol dan menggosip ria, tidak seperti tim depan yang tancap gas untuk jadi yang terdepan. Jarak  di antara dua kloter yang jauh ini dimanfaatkan dengan jeli oleh sepasang manusia untuk berduaan dan menjalin kasih selama perjalanan menuju pos 3.

Yeah Pos 3! Tanjakan sebelum pos 3 memang menguras tenaga, namun begitu sampai di sana pikiran saya langsung ringan. Pos 3 : Penggik memiliki bangunan seng yang cukup besar dan cukup untuk menampung 2 tenda. Apabila belum cukup, pelatarannya mampu menampung sekitar 3 tenda meskipun agak miring. Sampai di sana beberapa di antara kami bergegas menunaikan ibadah sholat Dzuhur. Setelah selesai, kami pun snacking dengan menu roti tawar dan susu kental coklat serta aneka biskuit. Di tim ini kami jarang masak untuk makan siang karena memakan waktu cukup lama sehingga fisik menjadi terlena dan berat untuk melanjutkan perjalanan. Maka dari itu, makan siang kami diganti dengan makanan praktis yang juga bergizi dan menopang tenaga.

Papan Petunjuk Pos 3

Teriknya matahari seakan menggoda kita untuk bermalas-malasan di area pos yang teduh. Tidak kuat menahan godaan, rekan-rekan tim pun beberapa terlelap berbantalkan tas carrier. Akhirnya tepat pukul 14.00 saya ajak untuk meneruskan perjalanan agar tidak kesorean sampai Hargo Dalem, target kami. Sebenarnya saya juga malas untuk beranjak, namun kali ini adalah giliran saya sebagai penanggungjawab pendakian sehingga saya harus bisa memegang kontrol dengan baik.

Snacking santai di Pos 3

Trek kembali menanjak. Tidak jauh dari pos 3, ada sebuah mata air di kanan jalur yang berupa cerukan kecil dengan air mengalir. Sendang Panguripan, katanya. Airnya cukup segar apabila diminum di bawah terik matahari. Kami pun mengisi lagi stok air, meskipun kami tahu di atas nanti juga masih ada mata air. Jalan menuju pos 4 diawali dengan pindah punggungan dan jalur yang berkelok-kelok. Lautan awan yang cantik mengiringi langkah kita menyusuri medan yang variatif ini.

Cukup variatif saya bilang karena kita mendapat 2 pilihan, menggunakan jalur Ondho Rante yang curam tapi lebih singkat atau jalur berkelok-kelok yang panjang dan lama tetapi ramah terhadap dengkul. Akhirnya saya pun ambil jalan berkelok karena fisik yang terbatas, sedangkan tim depan terus melaju tanpa henti di Ondho Rante. Meskipun demikian sebelum mencapai pos 4 jalan berkelok itu akan menyatu dengan Ondho Rante sehingga lumayan nanjak. Tetapi, pemandangan yang disuguhkan sangat elok. Tidak sanggup saya tuliskan di sini. Saya pun terlena dengan keanggunan yang ada, hingga lupa waktu.

Taburan awan di atas kota ~ Ondho Rante

Terhenyak sehingga kembali ke alam sadar, ternyata saya melamun di tempat itu hampir 30menit lamanya. Dengan langkah berat akhirnya saya lanjutkan perjalanan ke pos 4. Ternyata tidak jauh dari tempat saya melamun. Pos 4 memiliki bangunan seperti di pos 1 dan 2 yang terbuat dari semen, namun dengan tanah lapang yang lebih luas dibanding dua pos tadi. Saya rasa 10 tenda saja cukup jika didirikan di sini.

Pos 4 : Cokrokusumo

Kami bersantai dengan cemilan seadanya dan air minum sambil foto-foto. Panorama di pos ini tidak boleh dilewatkan, karena dari sini terlihat pemukiman-pemukiman yang dibalut dengan apik di bawah lautan awan dan diterpa sinar senja dari mentari yang mulai condong ke barat. Indah.

View dari Pos 4

Jam 16.00 kurang sedikit, kami pun melanjutkan perjalanan. Saya sempat kepikiran untuk langsung muncak hari ini mumpung mau sunset, tetapi keadaan berkata lain. Kabut datang sehingga panorama perjalanan terhalangi. Kembali ke target awal, Hargo Dalem. Trek selanjutnya cukup landai, awalnya. Setelah pindah punggungan, jalan kembali menanjak. Kami sempat berhenti sebentar karena ada rekan yang kakinya lecet akibat gesekan dengan alas kaki.

Tidak lama berselang, kami bertemu dengan persimpangan. Saya tidak terlalu jelas membacanya, kalau tidak salah ke kanan itu puncak tetapi kami ambil jalan lurus agar sampai ke Hargo Dalem. Jalan yang kami tempuh tidak terlalu menanjak, relatif datar malah. Kami sempat melihat tanah lapang di sebelah kiri dengan rumput menguning menutupi dirinya, Pasar Dieng nampaknya.

Sampailah kami di Hargo Dalem. Saya lupa jam berapa persisnya karena kami sibuk mencari tempat camp yang nyaman. Yang pasti, dua tenda kami berdiri sebelum waktu menunjukkan pukul 17.00 lokasinya tepat di atas Warung Mbok Yem. Meskipun begitu, bekal yang sudah dibawa tak boleh disiakan. Jadi ya kami masak sendiri deh walaupun warungnya sangat dekat. Sambil memasak bersama, kami disuguhi view manis berupa awan senja dengan langit biru yang semakin gelap.

Awan berarak melepas hari yang mulai gelap

Malam menjelang. Makanan pun datang. Kami menyantap masakan yang nikmat ini ditemani alunan musik berdendang. Tiap ketukannya dibarengi dengan ritme makan kami. Kenyang. Istirahat untuk esok hari.

Eka dan panorama di kala pagi datang

Alarm jam berbunyi. Cih, sudah pagi. Dingin masih menyelimuti. Saya pun keluar dari tenda, kudapati gagahnya mentari yang menyilaukan di pagi hari. Wah sudah hampir jam 6. Tim segera saya bangunkan dari tidur lelap, walaupun beberapa sudah bangun bahkan mampir ke warung Mbok Yem. Kami bersiap untuk summit saat itu. Pemanasan.

Deburan ombak langit dan panasnya mentari

Perlengkapan sudah terkemas rapi dalam 3 tas carier. Setelah melewati warung Mbok Yem, kami mengambil jalur ke kanan yang menanjak. Melangkah setapak demi setapak untuk menggapai puncak. Sampai di tengah tanjakan, saya berhenti. Menoleh ke arah tenda yang sudah jauh berada di bawah sana. Aman. Seperti sepasang kekasih yang duduk bersebelahan menikmati indahnya taburan awan di pagi hari.

Sampai di ujung tanjakan, saya bertemu dengan tenda pendaki. Wah sudah dekatkah puncak? Benar, puncak. Ramai orang orang yang ada di dekat area itu merupakan petunjuk tersirat. Puncak! Perjalanan kami ternyata tidak sampai satu jam dari tempat camp. Yah beruntunglah kami sudah sampai di puncak sebelum matahari meninggi. Suasana yang hangat namun sejuk diramaikan dengan gegap gempita tim yang berhasil meraih target pendakian, Puncak Hargo Dumilah 3265m dpl!

Puncak Hargo Dumilah

Pencapaian tersebut ditandai dengan menyanyikan Hymne Palapsi, minum minuman puncak, dan tentunya ber"Never Give Up!". Kami berfoto-foto sampai puas. Lumayan lama juga kami di puncak, kurang lebih satu jam. Setelah dirasa cukup, kami turun kembali ke camp jam 9 kurang.

Foto Tim
(ki-ka ~ atas: Endro, Yandi, Dyaning, Eka, Afiq, Azzam ; 
bawah: Anggra, Hanif, Rofiq, Enop, Febri, Wahyu)

Masak dulu, menghabiskan perbekalan. Minum dulu, mengurangi beban. Agaknya rasa nyaman berada di tenda mengurangi motivasi untuk segera sampai di rumah. Kami bersantai-santai dulu menikmati suasana, sampai-sampai terhenyak ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul 10.00 siang. Segeralah tenda dibongkar, peralatan dipacking, dan bersiap untuk jalan menuju basecamp Cemara Sewu.

Sekitar pukul 10.45 kami mulai berjalan dari bekas tempat camp ke arah jalur turun Cemara Sewu. Jalan landai dan terkadang malah menanjak yang tersusun atas bebatuan kokoh menemani start perjalanan turun kami. Sempat kami mampir sebentar ke Sendang Drajat dan warung yang ada di dekatnya untuk sekedar membeli gorengan. Habis, lanjut lagi.

Memang benar trek Cemara Sewu dan Cemara Kandang sangat berbeda. Cemara Sewu jalurnya terdiri atas "tangga" yang disusun dari batu solid dari atas sampai sekitar pos 1. Tipe jalurnya lumayan nanjak, sehingga perjalanan turun pun wajib berhati-hati agar dengkul engga ketarik. Tiap pos di sini juga ditandai dengan bangunan semi permanen yang cukup untuk tempat singgah beberapa tenda. Beberapa kali kami berpapasan dengan pendaki lain, sepertinya mereka berencana untuk merayakan tahun baru di puncak Gunung Lawu. Tim mulai terpisah sesuai dengan kecepatan turun mereka. Dan saya pun selalu, memilih sendiri.

Pos 3, Pos 2, Pos 1, sampai di gerbang pendakian Cemara Sewu! Kami akhirnya beristirahat sambil menunggu beberapa anggota tim yang berada di belakang. Saya, Febri, dan Hanif menyantap nasi bungkus yang dijual oleh ibu-ibu di jalur pendakian sekitaran pos 2. Murah dan lumayan enak, layak dimakan. Jam 13.45 personil lengkap. Rintik hujan dan tebalnya kabut menemani kami di akhir pendakian. Foto di gerbang pendakian mengakhiri perjalanan panjang menelisik Gunung Lawu. Di bawah serangan gerimis yang mulai ganas, kami pun masih harus berjalan sampai ke Jawa Tengah tempat kami menitipkan motor.

Gerbang Pendakian Cemara Sewu

Hujan. Gunung Lawu. Obrolan Ringan.
Nostalgia yang indah.

Perjalanan Menguras Fisik dan Mental dg rekan-rekan MWHC
(ki-ka) Molen, Mehong, Toyo, Devi, Nina, Sikat, Luqita, Kriwik, Cecak, Kanji, Gakroso (camp)
~ Gunung Sumbing 1-4 Februari 2013

Tanya

Tanya
Aku terjaga dari tidurku. Menatap langit-langit kamar yang berwarna biru. Sambil terbaring kutolehkan kepalaku ke arah kiri. Kuraih hp dengan tangan kanan ku. Dapat. Setelah melihat jam dan pesan, kuayunkan kaki kananku menyilang agar mencapai lantai. Ku ingin bergegas hadapi hari.

Lemari berwarna krem lembut seakan menyapaku. Kami berdiri berhadapan seolah saling melempar sapa. Kuraih tangan kanan lemari dan kubuka pelan-pelan. Perlahan-lahan tampaklah sosok yang tak asing dari dalam lemari. Pantulan dari cermin yang ukurannya sebesar HVS A4. Itukah aku?

Aku. Siapakah aku? Aku sering menggunakan kata aku, namun tak paham apakah aku sebenarnya. Sejauh ini, dalam tulisan telah ada 19 kata ku/aku yang mungkin tidak diperhatikan jika tidak diingatkan. Aku adalah saya? Ya. Tapi itu hanya sinonim. Padan kata. Tak lebih dari sebuah jawaban yang memicu pertanyaan lainnya. Melarikan diri dari tantangan pertanyaan, demi pembenaran. Lazim.

Seakan kembali dari perjalanan jauh, kesadaranku pun kembali. Cih sial, aku melamun lagi. Seringkali aku melamun tanpa sebab tanpa tujuan, memikirkan hal hal tidak penting. Yah walaupun kadang hasil lamunanku kadang memberi inspirasi untuk menulis.

Kutolehkan kepalaku kebelakang. Jam 08.00. Aku ada janji di kampus 08.30. Sial, aku kehabisan waktu. Sambil berjalan ke arah kamar mandi, kuraih handuk berwarna biru. Waktu. Apakah waktu itu sebenarnya? Waktu terus berjalan dan tak bisa kembali. Iya kah? Apa buktinya? Benarkah waktu itu ibarat sungai yang hanya mengalir dari hulu ke hilir? Ataukah ternyata ia adalah siklus bagai roda yang berputar?

Selesai mandi dan berpakaian, hpku yang anggun berdering. Pesan. "Hati-hati di jalan ya." Aku tersenyum. Pesan singkat dari orang lain bisa jadi membuat jiwa kita melayang-layang karena merasa diperhatikan. Tetapi, apakah jiwa itu? Apakah dia itu riil atau hanya sebutan belaka? Di mana kah letaknya? Di kepala? Nadi? Atau dada sebelah kiri?

Kupercepat langkahku menemui Revo yang menanti, siap dengan petualangan baru di luar sana. Pertanyaan yang tidak akan keluar saat ujian itu kutepis jauh-jauh. Melarikan diri darinya. Ya, aku pengecut. Kali ini saja. Mesin motor yang menderu seolah berteriak bahwa ia telah panas. Aku beranjak pergi..