"Maaf aku mungkin terlalu egois, tak ingin mengabarkannya pada dunia namun cukup pada orang terdekat. Aku hanya tak rela berbagi keindahanmu dengan yang lain karena aku ingin indahmu hanya untukku."
Ipeka Limbera
Ipeka limbera ayas bugo bugabo
Ipeka limbera ayas bugo bugabo
Ayas sakele mukele
Ayas bugo bugabo
Ayas sakele mukele
Ayas bugo bugabo
Ayas...ayas...ayas...ayas...ayaas!
Ayas...ayas...ayas...ayas...ayaas!
Pertama kali kulihat di buku panduan mahasiswa baru, komentarku hanya lagu apa sih ini kok rada ga jelas ga jelas gimana gitu. Oke, kita cari tahu pas PRK (Psikologi Rumah Kita) alias ospeknya Psikologi UGM. Tapi ga sekalipun lagu ini didendangkan saat itu, yah mungkin karena terlalu padatnya acara jadi momen untuk lagu ini 'dipotong'. Hmm, paling pas makrab ntar juga dikasih tau. Nyatanya, aku masih belum paham apa maknanya waktu itu. Pas itu emang engga secara langsung dikasih tau, tapi anak-anak Palapsi pada main limbo sambil nyanyiin Ipeka Limbera dengan semangat dan tempo yang menghentak.
Oke, apa sih limbo itu? Menurut pencarian di google, limbo atau tarian limbo tu atraksi melewati bawah tali yang direntangkan atau tiang dengan cara membungkukkan badan ke belakang. Mungkin masih saudara sama kayang kalik ya. Tiap putaran, tinggi tiang/tali yang direntangkan makin pendek, menguji kelenturan kita. Hahaha.
Waktu terus berjalan, gak terasa udah hampir genap setahun aku ada di Psikologi. Tentu tiap tahunnya akan ada mahasiswa baru yang datang. Dan pasti ada satu pertanyaan besar mengganjal waktu mereka denger Ipeka Limbera. Kemudian sebuah pertanyaan tak terelakkan pun pasti terucap, apaan sih artinya nggra? (kalo mereka pas tanya aku). Lalu jawaban yang akan kulontarkan kurang lebih seperti ini, wah aku juga gatau e apa artinya. Tapi walaupun gatau arti lagu itu, makna lagunya uda sampai ke kita-kita kan?
Well kalau pembaca sekalian tau artinya, jangan disimpen sendiri ya. Nggak indah kan kalo nanti jawabanku ini jadi kuucapkan kepada para penanya kelak? -_-
*foto menyusul
24-25.11.12 Ops Diklat Turgo
Aih,
pagi telah menjelang. Saya pun terduduk di atas kasur tidurku yang empuk.
Jantung berdebar, makin lama makin terasa, makin kencang. Operasional terakhir
dari rangkaian diklat, gunung. Survival. Sudah lama rasanya saya engga setegang
ini. Yah maklum lah, kenangan survival terakhir yang saya lakukan di Ungaran
berjalan dengan chaos meskipun target
yang dituju terpenuhi. Takut? Ya. Tapi yaudah kunikmati aja ketakutan ini, toh
dengan merasa takut saya merasa lebih hidup. Hidup yang datar kayaknya bukan aku
banget karena banyak hal yang saya takuti.
Setelah
kubasuh diriku, saya pun turun untuk sarapan. Kali ini porsi makan sengaja saya
lebihkan, preventif. Seusai berpamitan dengan keluarga, kukendarai revo hitam
yang cantik dan segera melaju ke kampus. Karena ada satu dan lain hal, saya pun
belok di pertigaan hukum dulu baru kemudian menuju kampus. Pukul 07.05 revo
hitam parkir di kampus dan ternyata sekre uda ramai dengan orang-orang.
Mata-mata antusias kulihat menanti keberangkatan yang tinggal sebentar lagi.
Checklist dan persiapan pun dilaksanakan kemudian upacara, ritual Palapsi
sebelum berangkat operasional. Empat kali Hymne Palapsi berkumandang dalam
upacara tersebut, tanda banyaknya peserta yang berpartisipasi dalam operasional
kali ini. Saya pun berpisah dengan motorku yang ada di kampus, nampaknya akan
kurindukan dalam beberapa puluh jam ke depan.
Kami
pun berangkat menuju Turgo, saya berboncengan dengan Dyaning di atas motor
Scoopynya sesuai dengan list transport yang dibagi. Yah karena dasarnya motor
kota, dipakai nanjak pun bikin agak deg-degan. Akhirnya sampai juga dengan
selamat sampai rumah Budi, meskipun motornya perlu didorong saat menaiki
tanjakan maut. Kami langsung disambut oleh Budi dan ibunya. Setelah Building
Raport beberapa saat, kami pun mulai pemanasan dan beberapa panitia sweeping barang bawaan kami. Pemanasan
kami isi dengan canda tawa dan beberapa game, yah itung-itung mengurangi kadar
stress kami. Haha.
Langkah panjang yang akan kami
hadapi 2 hari ini, kami mulai dengan satu langkah pasti. Perjalanan baru saja
dimulai ketika kami ‘nyasar’ ke jalan raya dan saya pun jadi kebingungan. Yap,
intermezzo perjalanan. Anggap saja begitu. Trekking
pun dilanjut sampai akhirnya kami beristirahat sebentar di antena. Rofiq yang
kebagian membawa tali 100 menyerah dan mengakui betapa lemah dirinya sehingga
Mas Awang pun mau gak mau membawa tali tersebut karena tanggung jawabnya
sebagai perkap.
Setelah menyusuri punggungan
Turgo, kami bertemu dengan beberapa bak penampungan air. Wah kebetulan sekali,
langsung saja kami nikmati beberapa tetes air yang mengalir ke sana.
Kerongkongan telah basah, meskipun belum puas. Trek menanjak menghadang langkah
kami hingga beberapa kali langkah tim harus terhenti karena macet. Saat-saat berhenti inilah sarana kami yang
berdekatan untuk berdinamika, saling mengenal satu sama lain di gunung yang
jujur ini.
Selama kurang lebih 2 jam kami
berjalan, ada sebuah dataran yang cukup menampung kami semua untuk
beristirahat. Kami pun berhenti untuk shalat dan orientasi medan. Sayangnya,
kabut dan mendung terlalu setia hingga ormed yang kami lakukan pun kurang
optimal. Jadinya kami pun malah mengumpulkan kayu-kayu demi kebutuhan nanti
malam. Tenaga kembali, kami pun jalan lagi.
Tidak lama berselang, kami pun
bertemu perempatan dan sebuah batu besar. Di sini kami belajar
bentukan-bentukan gunung, seperti lembahan dan punggungan, itung-itung
istirahat. Perjalanan pun dilanjutkan, kami mengikuti jalur yang telah ada
hingga kami bertemu dengan padang ilalang yang didominasi dengan warna kuning
tua dari rumput gajah. Indah. Apalagi jika mentari yang malu-malu bersembunyi
di balik kabut itu memancarkan cahyanya. Pasti butiran air hujan yang
bertengger di atas tanaman pun akan menyambut dan memantulkannya untuk menambah
keindahan panorama kala itu.
Kira-kira pukul 16.30 kami sampai
di titik camp. Beberapa kelompok telah membawa kayu dalam berbagai ukuran untuk
menopang kebutuhan selama sehari ke depan. Kelompok 2 pun membagi tugas, Mbak
Neson, Ali, Chung, dan Rofiq menjahit bivak kemudian Mas Awang dan saya
mempersiapkan tempat bivak. Karena terlalu telaten dan perfeksionis (biar
nyaman sih sebenernya :p) akhirnya kami baru bisa menikmati bivak buatan kami
saat Maghrib telah menjelang.
Inilah saat yang mendebarkan,
membuat api. Terutama karena anak 2012 yang diplot untuk membuat api oleh PO.
Meskipun banyak angkatan 2011 ke atas yang menjadi peserta, tapi beberapa di
antara kami sudah bisa membuat api dari lilin dan korek sehingga dirasa tidak
adil jika teman-teman 2012 tidak mendapat ilmu mengenai itu pada diklat kali
ini. Setelah beberapa kali percobaan, api pun gagal menyala hingga mereka putus
asa. Akhirnya perut malam ini kami isi dengan mie kremes. Ternyata kami bukan
satu-satunya kelompok, jadi ya tidak merasa paling malu. Hahaha. Kami pun
bersegera tidur untuk menyimpan tenaga. Sial untuk saya karena tidur di pintu
bivak yang notabene dingin dan basah, untungnya ada trashbag yang saya jadikan selimut.
Pagi pun datang, indahnya panorama
Merapi yang gagah, Turgo yang menawan, dan mentari pagi yang berkilau pun
bersatu padu dengan sejuknya angin dan lembutnya dataran. Memukau. Tantangan
yang sejak kemarin belum dapat diselesaikan pun muncul kembali, memasak dengan
api buatan. Kelompok 2 saat itu pada nyerut ketika saya sedang mencari udara di
luar. Beberapa pasang mata memandang dengan nanar dan perut yang lapar.
Menyerut kayu dengan sabar, kemudian berharap dapat menikmati hidangan yang
dimasak dengan api yang besar. Saya yakin bisa saja senior di kelompokku turun
tangan dan membuat api untuk makan, tapi karena panitia sepakat tidak
membuatkan api, saya pun tak kuasa menahan diri untuk membuat api. Singkatnya,
jatah makan kemarin pun juga dimasak dan kami pun makan besar. Kenyang.
Bongkar bivak sambil
bercanda-canda, anak gunung melempar guyonan satu sama lain. Ada guyonan baru,
jeje dan yeye. Setelah diingatkan masalah waktu, kami pun bersiap untuk jalan
lagi. Agenda kami hari ini adalah mencari titik dan rappling. Kami dibagi ke dalam tiga kelompok besar dan masing
masing mencari titik. Setelah berjalan 2 jam, kami pun bergegas ke tempat rappling meskipun belum waktunya karena
beberapa alat rappling ada yang terbawa
ke dalam kerir salah satu partner kami. Sampai di tempat rappling, lembah cinta (lumut 2), kami pun bergegas untuk menuruni
tebing. Plot waktu menjadi lebih cepat beberapa jam karena adanya kesalahan
teknis ini.
Satu per satu peserta pun menuruni
tebing dengan menuruni rappling. Di
bawah sana sudah ada beberapa senior yang juga menginap di alam Turgo semalam.
Mereka beristirahat di dalam tenda Consina yang gagah berdiri di tengah kabut
dan sengatan matahari silih berganti. Kelompok Afiq pun datang sebagai kelompok
terakhir (yang memang tepat waktu) kemudian segera menuruni tebing. Setelah
semua sampai di bawah, kami pun merayakan tercapainya target 2 hari ini dengan
minuman rappling berupa minuman soda
(adaptasi dari minuman puncak ala divisi gunung) dan juga upacara seperti
biasanya.
Cleaning peralatan dan istirahat menjadi agenda utama setelah
selebrasi. Saya sendiri pun tertidur hingga jam menunjukkan pukul 15.00.
Kemudian kami pun turun ke Lumut dan berencana menunggu ayunan. Di perjalanan
kami bernyanyi-nyanyi. Bahagia operasional ini akan segera usai, meskipun pasti
meninggalkan kenangan yang kan terus mengendap hingga nanti. Dilema, antara
senang atau sedih.
Tanah lapang dekat ayunan pun
mulai terlihat, tampak hiruk pikuk wajah-wajah yang familier di sana.
Rekan-rekan Palapsi rupanya, mereka menyambut kedatangan kami yang berhasil
menyelesaikan operasional ini. Ramah-tamah sejenak kemudian upacara pun
dilangsungkan. Saya pun berbaris dan berdiri dalam lingkaran. Terbayang sudah
agenda setelah ini, menuju basecamp, makan-makan, canda tawa, pulang, culat,
evaluasi, dan bersenang-senang. Tetapi bayangan itu saya tepis sejenak agar
bisa fokus ke dalam ceremoni kali ini. Ibarat pelantikan, hanya pemberian nomor
semata. Ini diklat pertama saya di Palapsi selama di Psikologi. Diklat yang ‘berbeda’
dengan mapala-mapala lainnya. Unik, tak ada duanya, fun. Perjuangan selama 3
minggu lamanya tanpa henti tak terasa sia-sia ketika ia telah berada di genggaman.
Adalah kebanggaan tersendiri memilikinya. Badge Palapsi.
*foto menyusul hehe.
And I'm Still In Love With You
Dan aku masih ingat, dua tahun yang lalu saat aku pertama kali melihatmu. Tidak, sungguh tidak ada perasaan yang menggebu-gebu layaknya hari ini. Aku hanya melihatmu, dan selesai. Tidak ada getaran-getaran khusus ataupun wangsit yang datang kepadaku. Well, aku butuh, begitu pikirku saat itu sehingga tanpa berpikir ataupun bersemedi aku langsung saja memilihmu tanpa ragu sedikitpun.
Hari berganti, waktu pun ikut mengiringi. Kita lewati hari demi hari bersama, saling berinteraksi, saling sentuh, dan saling membuka diri. Perasaanku pun mulai muncul perlahan-lahan, dan kusadari itu. Aku tak banyak berharap, hanya menikmati tiap waktu bersamamu hingga suatu saat nanti. Kata orang, rasa sayang itu ibarat kue, yang semakin dinikmati maka semakin cepat habis. Tidak sama halnya denganku. Bukannya luntur, lama kelamaan pun perasaanku malah menjadi semakin menggebu. Hingga beberapa waktu yang lalu, di saat kita sudah genap 2 tahun bersama, tak ada sedikitpun rasa sayangku yang hilang kepadamu.
Hingga hari itu pun tiba. Hari yang mengenaskan. Mencekam. Engkau jatuh sakit tanpa diketahui sebab-musababnya. Aku panik tidak karuan, mencoba mencari tahu apa yang terjadi kepadamu. Kuraih dirimu, kusentuh lembut penuh perasaan, nihil. Tak ada respon. Terpaksa aku mulai mengguncang-guncangkan dirimu dengan agak keras. Tak berhasil. Jantungku pun mulai berdegup kencang, hingga hentakannya dapat kurasakan mengalir lewat belakang telinga. Butiran keringat pun menuruni pelipis kananku. Sial.
Dan engkau pun terbaring, opname. Tak boleh dijenguk, tak ada interaksi, bahkan tidak diizinkan untuk sekedar menatap dirinya. Dengan kecewa aku pun melangkah ke motorku untuk pulang. Kalut. Segala macam pikiran pun muncul dengan berbagai kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Gimana kalau dia kena ini? Gimana kalau dia kena itu? Berbagai pemikiran liar menggelayut di benakku hingga tanpa sadar aku pun telah sampai di teras rumahku. Yah, sehari dua hari tanpa dirinya..aku pasti mampu, pikirku saat itu.
Beberapa hari berlalu, dan ayahku berkata bahwa diriku berubah semenjak kehilangan (sementara) dirinya. Di saat itu pula, beliau menyarankan diriku untuk mencari pengganti yang cocok sebagai pendampingku berikutnya. Pendamping untuk berbagi pengalaman, cerita, dan juga berbagi rasa. Aku pun menghela nafas panjang. Kutimbang baik buruknya. Diam sejenak. Kemudian menarik nafas untuk kesekian kalinya. Kalut.
Bulan dan matahari pun telah tenggelam silih berganti. Terduduk lemas di sudut kamar, aku mendengarkan musik yang ada di hapeku hingga suatu rangkaian nada yang tidak asing di telingaku mengalun lembut penuh makna. The Script - The Man Who Can't Be Moved. Aih, jadi teringat ketika aku memandangmu pertama kali di tengah hiruk pikuk orang-orang. Aku ingat betul, saat itu kulitmu yang putih cerah dibalut dengan warna ungu yang memukau. Engkau menunggu di suatu sudut dan aku pun menghampirimu.
Jujur, aku masih galau dengan saran ayahku hingga terseliplah sebuah kalimat dalam lagu ke telingaku "How can I move on when I'm still in love with you?" Ahaha, aku pun tertawa sendiri. Sebuah petunjuk dari Tuhan, petunjuk untuk tetap percaya kepadamu. Dan...aku pun tak mampu berkata-kata lagi, hanya mampu berdoa demi keadaanmu.
ditulis dan didedikasikan untuk netbook tersayang
dan alhamdulillah, ia pun sehat ..semoga tetap seperti ini hingga jangka panjang nanti.
Acara TKA - Behind The Scene - Prolog
"Nggra, kamu mau engga jadi koor acara?"
"Hah, kenapa aku?"
"Karena aku liat kamu orangnya engga otoriter."
Fiuuh, sudah dua minggu yang lalu TKA usai..tapi kenangan dari dulu sekali sampai sekarang tak juga sirna. Ahaha. Dialog barusan kalo difilmin bakal ditampilin pas di awal trailer. Kenapa? Karena itulah turning point dari seorang Anggra NC yang selo ga ada kerjaan dan super akademisi menjadi seseorang yang tetap selo, tetap akademisi, tapi setres tiap hari.
Aku masih inget, waktu itu di ruang K-202 (atau K-203?) Yason Pranata memanggilku di saat kuliah Teori Kepribadian berlangsung. "Nggra, aku pengen ngomong sama kamu," ucapnya dengan hati-hati. Eits, eits, eits, berdasarkan pengalamanku beberapa bulan yang lalu (waktu itu masih hitungan bulan), kalo orang ngomong dengan cara seperti itu tu mesti ada hal serius yang pengen dibicarain. Tapi berhubung Yason itu cowok dan uda punya pacar, jadinya aku gabisa men-asosiasikan keadaan ini sama keadaan beberapa bulan yang lalu itu :') *malah curcol* "Okesiap, Son," jawabku.
Dan aku pun bisa menghela nafas lega saat itu karena yang Yason panggil ga cuma aku, tapi juga ada Girindra Ardha. Giri, pria berotot tapi ahli bikin sajak, pun engga tau apa yang pengen dibicarain. Hanya saja setelah tau Giri juga dipanggil, aku pun langsung menerka-nerka. Ini pasti tentang event penting! Benar saja. Dialog yang aku ceritakan di awal itupun langsung terucap dari bibir Yason.
"Hmm, bentar ya..aku gabisa ngasi keputusan sekarang, Son," elakku saat itu. Gimana engga? Aku belum pernah jadi anak acara, eh malah disuruh jadi koor acara dan hanya dengan pertimbangan yang sepele (menurutku) gitu? Wah, wah wah, nekat banget si Yason ini. "Terus kalo Giri gimana?" tanyaku lagi.
"Kalo Giri sih, aku mau plot di koor perdek. Gimana Gir? Soalnya aku liat kinerjamu waktu Pasakrab dan itu sangat bisa diandalkan untuk TKA besok."
"Hmmm, gimana ya, Son? Bentar deh, aku mikir dulu," ucap Giri dengan logatnya yang khas.
"Oke, oke," jawab Yason singkat.
Hening.
Gehlak! TKA itu salah satu event besar yang bukan main main, pikirku. Buat yang gatau TKA, itu gambarannya kayak acara makrabnya Psikologi gitu dan jujur saja, TKA tahun lalu bisa kubilang tidak membuat banyak perubahan terhadap kehidupanku di kampus. Bebanku semakin berat andai aku jadi koordinator acara. Konflik batin pun terjadi dengan seru, semua perasaan jadi satu mengaduk-aduk perutku, antara perasaan ragu-ragu, takut, dan takut sekali.
Masih hening. Pengen bernafas pun kudu diatur biar bunyinya ga terlalu keras. Kalo dua orang yang lain masih serius mikirin masa depan TKA nantinya, aku lebih bingung buat menjaga suasana hening. Masalah keputusan jadi koor acara atau engga itu malah engga terlalu kupikirin karena aku belum ada gambaran acaranya mau kayak gimana. Kata orang, ignorance is a bliss. Terkadang rasa cuek itu adalah anugrah karena kita jadi ga kepikiran tentang hal-hal yang berat buat dipikirkan.
"Yason, kayaknya aku mau ke keamanan aja, gimana?" Giri pertama angkat bicara.
"Boleh, boleh, emangnya kenapa Gir?"
"Ya aku mau cari pengalaman aja sih." Giri kayaknya uda mantap, aku menarik nafas...kayaknya habis ini aku yang ditanya.
"Anggra jadinya gimana?" Tebakanku benar.
"Ya..oke deh Son. Aku coba dulu," jawabku dengan sikap engga pasti.
"Oke deh." Aku yakin Yason pun melihat keraguanku, tapi kayaknya dia engga berniat untuk kroscek ulang.
Setelah itupun Yason nanya ke kita berdua tentang formasi koor-koor lainnya. Kita kasih nama-nama yang kompeten buat bahan pertimbangan, meskipun Yason sendiri uda ada beberapa nama khususnya di sektor panti. Kita bertiga pun berpisah, membawa pikiran masing-masing. Aku ga merasa telah melakukan hal yang besar, belum. Yang ku tahu, aku gatau acara besok mau diapain. Shit. Yaudahlah selow aja, waktuku masih panjang, sekitar 5-6 bulan lagi kok. BTW, anak acara tuh kerjaannya ngapain aja ya? Aduh, tadi lupa nanya Yason. Yaudahlah. Aku pun melangkahkan kaki keluar dari ruang kelas yang mulai dipadati untuk persiapan makul berikutnya.
Ternyata, ini adalah langkah awal menuju berbagai kejutan...
Dalam arti negatif, dan juga positif...
- bersambung -
Lirik Pagi Hari PRK
Beranjak dari tidur pagi-pagi buta
Dingin melanda tapi tak mengapa
Semangat diri menghapuskan segalanya
Demi ikut PRK
Hap!
PRK!!
Psikologi!!
Cakrawala!
Tsaaahhh
Ayo siapkan diri
Hadapi hari!
Kami siap beraksi di PRK psikologi
Ceria, kontributif, berwawasan tuk nusantara
Hadapi tantangan untuk menjadi yang terbaik
Kami pasti bisa di PRK Cakrawala
Maba Psikologi, kumpulkanlah semangat
Siap berkontribusi, ayo nikmatilah hari di kampus kita tercinta
Hey, teman teman maba
Merapatlah semua
Semangat tuk PRK
Hei kakak semua
Izinkan kami untuk masuk kampus, untuk masuk kampus
Plis dong kakak semua
Bolehkan kami tuk ikut PRK, PRK Cakrawala.
Wah tanpa terasa PRK sudah berlalu hampir dua bulan yang lalu, dan TKA pun sudah berakhir minggu kemarin. Semua kesibukan sudah berlalu..hmm sebenernya ada sih kesibukan ,tapi ga seribet kemarin.
Dan saya pribadi menganggap kepanitiaan di PRK dan TKA itu sangat spesial, terutama sebagai Perdek dan Acara. Yah, semoga Tuhan memberikan saya waktu luang biar bisa saya tuliskan di blog ini sehingga menjadi pengingat pribadi kalo kalo kangen pengen nostalgia. Haha.
Well, karena saya secara personal menganggap kepanitiaan ini termasuk dalam perjalanan hidupku, jadi masuk ke sub journey. Kehidupan adalah perjalanan panjang yang singkat, kata orang. Manfaatkan waktu yang singkat itu supaya berguna dan jangan takut rintangan maupun jalan berliku..terutama masalah cinta. Eits malah curcol. Haha.
Selamat pagi dan selamat menikmati hari :)
Seember Air Panas
Dan ia pun mulai mengepul, uap yang melayang dari permukaan air mulai menghangatkan udara dalam ruangan itu. Ruangan sempit. Kujulurkan tanganku ke atas wadahnya, ke atas ember itu. Kurasakan uap-uap air menerpa telapak tanganku yang semula berkeringat dingin. Kini menjadi hangat. Dan sekali lagi aku berhadapan denganmu, wahai seember air panas.
Ianya pun tersenyum sinis. Mengejekku dengan uapnya. Menyindirku dengan radiasi panasnya. Yap, seember air panas telah dibuatkan oleh ibuku untukku membersihkan diri. Demam. Adalah bahasa yang lebih modis untuk menyebut penyakit meriang. Sudah 3 hari ini badanku tak karuan rasanya. Pusing kepala terus menerjang, ditambah tingginya temperatur yang ada di keningku. Beratnya mata menghalangi aktivitasku. Badan yang terus menggigil dipadu rendahnya temperatur di bagian kaki memicu perut kosongku untuk terus bergejolak. Jangankan beraktivitas di luar rumah, berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi yang kurang dari 15 langkah saja aku terseok-seok. Menyedihkan.
Air panas ini, bukan air panas biasa. Air yang semula dingin dan biasa saja ini dipanaskan ibuku agar kehangatan yang ada di dalamnya dapat menyelimutiku. Tidak, jarang sekali aku dibuatkan air panas kecuali kalau memang ga enak badan sampai ke level mengkhawatirkan atau setelah aktivitas berat di luar sehingga belum mandi saat larut malam. Sebuah bahasa yang halus untuk mengingatkan, "Cepatlah engkau sehat," atau "Banyaklah istirahat, jangan kecapekan."
Kenapa manusia membutuhkan bahasa? Karena manusia memerlukan media untuk mengkomunikasikan apa yang ia pikir dan rasakan kepada orang lain. Karena itu pulalah, zaman dulu banyak dipakai simbol. Meski kita tidak tahu artinya, tapi orang-orang zaman dulu paham apa maksudnya. Tak jauh beda dengan zaman sekarang, asal orang lain paham maka itulah bahasa.
Ibuku memanaskan air dalam diam dan menyiapkannya tanpa mengucap sepatah kata. Sebuah lagu dari Padi berpesan, "Cinta Tak Hanya Diam". Tapi menurutku diam bukan berarti tak cinta. Dalam diam mungkin saja ada cinta. Karena cinta tak jarang berawal dari diam. Diam bukan berarti tanpa makna, sebaliknya diam adalah sikap penuh makna. Diam adalah sikap untuk menyampaikan suatu maksud, entah yang dituju akan memahami maksud yang ingin disampaikan atau tidak. Namun diam adalah media menyampaikan perasaan. Diam adalah bahasa.
Dan aku pun masih memandangi permukaan air yang diam bersama uap yang terus mengepul perlahan. Aih, aku adalah orang yang beruntung. Karena tiap tetes air mengandung kehangatan. Hangat yang tak mampu bertahan lama di kulit, namun langsung meresap menghangatkan hati.
Nasihat Bapak - Tulis!
Jadi penulis itu enak, kata bapakku. Makanya dari dulu kalo disuruh milih eskul, pasti bapak bakal bilang pilih yang berhubungan sama tulis menulis ato jurnalistik. Well, aku emang engga mampu buat terjun 100% ke dalem eskul. Soalnya aku orangnya gampang ilang fokus, jadi terkesan angin-anginan. Kalo lagi niat, ya pasti usaha maksimal, tapi begitu lagi ga mood pasti males-malesan gitu. Oke, setelah sekian tahun berlalu akhirnya nasihat bapak pun aku lakukan. Menulis. Lewat blog ini tentunya, hahaha. Tapi emang sih nasihat beliau emang bener. Enak. Apalagi kalo nulisnya tanpa aturan kayak begini.
Ternyata, nulis itu enak. Nih ya yang pertama tu jelas apa yang ada di pikiran kita tersalur, jadinya engga ngembeng alias jadi genangan yang menuh-menuhin otak. Bagi para curhateers yang biasa nulis di diary tentu udah bukan barang baru lagi. Yang kedua, nulis itu bikin awet muda. Jelas, awet muda dalam hal berpikir karena penulis dituntut buat 'mikir' untuk tulisan yang paling ga penting sekalipun. Hal lainnya, awet muda secara fisik. Ada sih penelitiannya, tapi aku ga hafal sumbernya. Hehe. Dari pengalaman pribadi sih, tiap mau nulis atau ada bahan tulisan pasti adrenaline kerja rodi. Jadinya kadang overexcited gitu, tapi kan peredaran darah jadi lancar. Tapi apesnya kadang bahan tulisan muncul pas mau tidur. Endingnya ya gabisa bobo dan siklus tidur keganggu gitu.
Nah buat berjaga-jaga sama kejadian ini, aku sekarang nyiapin note kecil yang bisa dibawa kemana-mana. Bahkan tiap hari tak taruh di kasur waktu tidur, tujuannya ga aneh-aneh kok cuman kalo ada wangsit terus langsung ditulis. Soalnya kalo ga gitu jadinya malah gabisa tidur dan wangsitnya ilang, hahaha.
draft tulisan
Setelah ngrasain hal ini, aku malah bertanya-tanya sama para pejabat tinggi negara yang menggebu-gebu minta kantornya direnovasi dengan dalih biar inspirasi untuk membangun negara jadi lebih lancar. Well, kalik ya. Tapi selama ini aku dapet 'inspirasi' tu lebih lancar di saat-saat ga terduga. Pas mandi lah, pas ngelamun di motor lah, ato malah pas udah mau mimpi. Setelah sedikit membaca cerita tentang Soekarno, ternyata beliau dapet 'wangsit' dan dorongan buat merdeka itu engga di kantor lho, tapi di penjara atau malah saat pengasingan/pembuangan. Yah, ini cuman pikiran pribadi sih. Siapa tahu para pejabat tinggi negara memang tipe-tipe indoor yang inspirasinya ngalir terus kalo di ruangan nyaman.
Well, sejarah menuliskan kemerdekaan bangsa 67 tahun yang lalu setelah perjuangan panjang. Bahwa segalanya yang 'tertulis' dalam bentuk apapun, sejatinya lebih 'long lasting' daripada yang tidak. Maka dari itu, tulisan dan bukti foto adalah segalanya untuk mewariskan sejarah ke generasi berikutnya. Berdasarkan sejarah, nasihat bapak saya benar 100%.
Oke akhir posting, aku mengucap Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke 67. Tidak ada yang bisa kukontribusikan ke negeri ini kecuali sedikit perubahan yang kuterapkan pada diriku. Belum mampu aku mengubah orang-orang di negara yang heterogen ini. Selamat malam.
Buku Aja Tau Kalo Kamu Jomblo
Well buat para mahasiswa, bulan bulan begini bisa dibilang waktunya bersenang-senang. Liburan gitu lho (ya sori kalo yang masi ada SP, tempatku ga ada soalnya). Waktu liburan yang sekitar 2 bulan ini dijadiin pelampiasan mahasiswa setelah disiksa satu semester bersama tugas-tugas kuliah yang tak berperikemanusiaan, jadi wajar aja kalo masing-masing punya 'agenda' khusus. Ada yang mau backpack ke luar kota, wisata ke tempat indah yang terkenal, ataupun hanya pulang kampung (bagi yang menjalankannya) untuk menengok keluarga dan sanak saudara. Apalagi pas liburan puasa gini dan hampir lebaran. Cocok.
Nah terus apa yang ku lakuin? Yah sekedar info, aku bukan mahasiswa perantau. Aku kuliah di UGM, dan aku adalah mahasiswa pribumi. Maksudnya asli Jogja gitu. Nah engga seperti yang kusebutin di atas, aku milih ngehabisin liburanku di rumah, di dalem kamar tepatnya. Bertapa. Menghabiskan waktu bersama komik dan komputerku, liburanku adalah berkunjung ke dunia imajinasi yang difasilitasi internet. Lebih jelasnya, download film atau baca komik online.
Suatu hari, merasa pegal karena hanya duduk dan tiduran terus, aku memutuskan untuk keluar melihat dunia yang engga aku pantau beberapa hari terakhir ini. Ah ke toko buku aja deh liat komik baru yang terbit, gitu pikirku. Oke deh, aku langsung siap-siap ke sana. Enaknya toko buku yang akan aku kunjungi ini, beberapa buku ada yang engga disegel. Memang disediakan buat para pengunjung biar 'tahu' konten di dalam buku itu, makanya aku tertarik buat lihat-lihat. Itung-itung bacaan gratis.
Sampai di toko buku itu, aku langsung copot jaket, dititipin. Setelah dapet kartu penitipan, aku masuk. Aahh, aroma buku bertebaran. Tanpa pikir panjang raga ini langsung membawaku ke area komik, hahaha. Ibarat nyari duit yang jatuh di jalan, aku gerak cepat mengobservasi komik mana aja yang 'bukaan' ato 'engga kesegel' biar bisa dinikmati di saat itu juga. Tanpa beli, tanpa rental tentunya.
Satu, dua, tiga, empat komik udah kelahap ke dalam memori. Emang sih komiknya beda-beda, tapi buatku tiap komik pasti unik dan ada pesan yang ingin disampaikan. Yah walaupun cuma bisa baca satu komik dari serinya, minimal bisa baca gratis dan tau jalan ceritanya lah. Oke sektor komik udah puas, aku iseng ke buku-buku Indonesia populer. Jarang-jarang sih aku mampir ke situ, cuman kali ini pengen aja sapa tau ada yang bagus.
Perhatianku seakan ditarik oleh buku yang covernya parodi monalisa. Hmm, coba ah diliat. Saat mbaca novel atau non-fiksi, pertama-tama biasanya aku baca halaman random kalau menarik baru dibaca lagi yang lainnya. Saat buka-buka halaman, atensiku diambil oleh kata-kata yang dikotaki. Wah kata-kata mutiara nih, pikirku. Waktu kubaca ternyata tulisan, "Jomblo tuh berarti punya prinsip untuk menunggu orang yang tepat, bukan hanya dapat apa yang bisa didapat sekarang. Berarti kamu percaya bahwa cinta itu akan lebih indah saat 'terjatuh' bukan saat kamu butuh." Aku mematung. Disindir sama buku itu akward.
Ah paling cuma guyon pas halaman ini aja, aku loncat ke halaman lainnya. Ada yang dikotaki juga, "Kesimpulannya, jomblo itu ga buruk kok." Hem. Hahaha <-- ketawa dengan muka bad pokerface kayak gi 9Gag. Ah pindah ke sektor lain aja deh, buku di sini ga ceto. Pindah ke bagian motivasi, aku ambil buku yang gambar covernya bagus. Baca random lagi dan sampai pada halaman 85, "Single management itu engga rumit kok..." Aku taruh bukunya. Ambil jaket. Pulang.
Aih, ternyata cuma komik yang setia padaku tanpa pernah menyindir. Ternyata status sekarang bisa menjadi bahan tulisan yang bisa dikomersilkan. Yah, pengaruh zaman yang udah mulai 'buka-bukaan' kalik ya. Jadinya guyonan status sekarang udah lazim, dan secara pribadi aku terhibur kalo ada yang buka guyonan masalah ini (yang tujuannya selain aku pastinya).
Dan aku pun masih dalam perjalanan pulang. Sembari di atas motor yang melaju pelan serta didampingi oleh ladang padi yang menguning sepanjang jalan, matahari yang mulai beranjak ke arah barat membuatku terpana oleh keindahannya. Sebuah pikiran pun datang menghampiriku. Kata orang buku itu jendela dunia. Kalo buku yang jendela dunia itu menyindir, apakah dunia yang melihat melalui jendela itu juga ikut menyindir? Ironis.
Dan aku pun masih dalam perjalanan pulang. Sembari di atas motor yang melaju pelan serta didampingi oleh ladang padi yang menguning sepanjang jalan, matahari yang mulai beranjak ke arah barat membuatku terpana oleh keindahannya. Sebuah pikiran pun datang menghampiriku. Kata orang buku itu jendela dunia. Kalo buku yang jendela dunia itu menyindir, apakah dunia yang melihat melalui jendela itu juga ikut menyindir? Ironis.
Ceki Prasangka
"Ceki," ucap Mas Fasluki Taftozani atau yang biasa dipanggil Mas Uki ini. Yap, kami lagi main kartu, permainan remi tepatnya (kan uda ada cluenya di atas). Hah, remi? Iye maen remi, itu lho yang kalo istilah orang-orang main cangkul (kalo ga salah). Itu aturan lengkapnya gimana? Hedeh tanya mulu, gugling aja kan ada. Yang jelas, ada istilah ceki yang harus diucap saat orang itu mau menang. Yaa, semacam kalo kamu ngomong uno pas main kartu uno.
Well, salah satu hobiku adalah main remi walaupun engga jago dan engga pake taruhan. Merasa puas aja, salah satunya kalo liat yang kalah terpuruk dan ngasut kartu, hahaha. Pernah satu waktu Mas Awang Darmawan ngasut kartu, tapi dia gak merasa terpuruk. "Pas main remi itu, mind set kita harus cerah. Harus cerah. Bar iki lak entuk joker tenang wae." Hemm cara menghibur diri yang baik, pikirku pas itu. Tapi gak selang lama, dia emang dapet joker dan akhirnya ceki juga.
Kebetulan? Mungkin saja, tapi memang ga jarang hal ini terjadi pas kita main remi sampai akhirnya aku berasumsi bahwa semuanya tergantung prasangka kita. Oke prasangka atau prejudice adalah suatu anggapan mengenai sesuatu sebelum mengetahuinya sendiri. Jadi, pas main remi ini kadang kadang muncul "pola" yang kita harapkan. Contoh, kalo kita uda prasangka baik ke kartunya, mungkin aja kita menang walaupun kartunya jelek dan begitu juga sebaliknya. Tapi, emang nyatanya engga serta merta langsung kejadian sih. Pasti ada gagalnya dulu, jatuh dulu, baru menang. Ibarat tarian, pasti ada langkah mundur, langkah maju, terus muter gitu kan? Yaa, anggep aja sama -__-
Dan mungkin juga lho prinsip ini diterapkan ke keseharian kita. Salah satunya hubungan sama orang lain. Istilahnya, gimana mau berinteraksi baik-baik sama orang lain kalo dari awal uda ada prasangka buruk terhadap orang itu? Yah kenyataannya begitu, pernah aku rapat sama orang yang engga kusukai sifatnya, kan muncul tuh prasangka buruk ke dia. Nah meski dia punya usulan dan konsep yang bagus, tapi apa pun yang dia katakan kedengeran omong kosong di kupingku. Walhasil rapat malah jadi adu argumen. Hasilnya nihil.
Aku percaya bahwa tiap orang pasti bisa berubah, sesuai teori humanistik yang menyatakan bahwa kesemuanya itu tergantung inner force. Tapi ga jarang juga timbul pernyataan, ah orang itu ga pernah berubah kok, dari dulu sampai sekarang tetep aja brengsek, contohnya ini. Ada dua kemungkinan besar (yang lain mungkin, tapi aku taunya dua aja), pertama ada yang salah sama cara pandangmu. Yang kedua, emang orang itu ga berubah.
Yang pertama masih relatif gampang buat ngubah. Cara pandang kita yang udah terlanjur ngejudge orang itu ga susah diubah, tinjau ulang aja lagi pakai asas hukum Indonesia, asas praduga tak bersalah. Pakai 'kacamata' baru buat 'melihat' dia, yakin deh tiap perilaku pasti ada motifnya. Tapi harus ada elemen penting, kelapangan hati hehehe. Yang kedua, kalo dasarnya orang itu ga berubah dari dulu ya tegur aja. Siapa tau dia ga berubah soalnya ga ada yang ngingetin. Tapi jangan sampai kita berasumsi bahwa dia ga berubah tanpa meninjau ulang kepribadiannya, bisa jadi ternyata cara pandang kita yang salah.
Halah halah, padahal tadi niatnya mbahas kartu, kok malah tulisannya mbleber kemana-mana. Yauda gapapa, daripada mojok di kamar terus menggalau di malam Ramadhan, malah luwih useless. Yang jelas, apa yang aku tulis di atas itu belum bisa aku praktekin dengan baik. Tapi ga ada salahnya juga kan nulis di sini, itung-itung sebagai reminder pribadi buat nglakuin hal itu. Akhir posting, ada pesan tersirat yang ingin saya suratkan, mainlah remi agar dapat melatih berprasangka baik.
- anclot -
Dan mungkin juga lho prinsip ini diterapkan ke keseharian kita. Salah satunya hubungan sama orang lain. Istilahnya, gimana mau berinteraksi baik-baik sama orang lain kalo dari awal uda ada prasangka buruk terhadap orang itu? Yah kenyataannya begitu, pernah aku rapat sama orang yang engga kusukai sifatnya, kan muncul tuh prasangka buruk ke dia. Nah meski dia punya usulan dan konsep yang bagus, tapi apa pun yang dia katakan kedengeran omong kosong di kupingku. Walhasil rapat malah jadi adu argumen. Hasilnya nihil.
Aku percaya bahwa tiap orang pasti bisa berubah, sesuai teori humanistik yang menyatakan bahwa kesemuanya itu tergantung inner force. Tapi ga jarang juga timbul pernyataan, ah orang itu ga pernah berubah kok, dari dulu sampai sekarang tetep aja brengsek, contohnya ini. Ada dua kemungkinan besar (yang lain mungkin, tapi aku taunya dua aja), pertama ada yang salah sama cara pandangmu. Yang kedua, emang orang itu ga berubah.
Yang pertama masih relatif gampang buat ngubah. Cara pandang kita yang udah terlanjur ngejudge orang itu ga susah diubah, tinjau ulang aja lagi pakai asas hukum Indonesia, asas praduga tak bersalah. Pakai 'kacamata' baru buat 'melihat' dia, yakin deh tiap perilaku pasti ada motifnya. Tapi harus ada elemen penting, kelapangan hati hehehe. Yang kedua, kalo dasarnya orang itu ga berubah dari dulu ya tegur aja. Siapa tau dia ga berubah soalnya ga ada yang ngingetin. Tapi jangan sampai kita berasumsi bahwa dia ga berubah tanpa meninjau ulang kepribadiannya, bisa jadi ternyata cara pandang kita yang salah.
kiri bawah lukisan : A. Hitler
Halah halah, padahal tadi niatnya mbahas kartu, kok malah tulisannya mbleber kemana-mana. Yauda gapapa, daripada mojok di kamar terus menggalau di malam Ramadhan, malah luwih useless. Yang jelas, apa yang aku tulis di atas itu belum bisa aku praktekin dengan baik. Tapi ga ada salahnya juga kan nulis di sini, itung-itung sebagai reminder pribadi buat nglakuin hal itu. Akhir posting, ada pesan tersirat yang ingin saya suratkan, mainlah remi agar dapat melatih berprasangka baik.
- anclot -
Sebuah Memoar, FUD 2012
Bersama kita melagukan nada, di tengah alam raya…
Dalam keheningan alam semesta, bersama Palapsi..
Pecinta alam kita, Palapsi tercinta..
Satu padu dalam keakraban, Menghayati kehidupan..
Pecinta alam kita, Palapsi tercinta..
Satu langkah mewujudkan cita, Mengabdi pada sesama..
Hymne Palapsi, well kalau mau bicara sejarah hymne atau segala hal yang berhubungan tentang ke-Palapsi-an, jelas aku gak punya kapasitas buat nulis itu. Toh semuanya uda tertuliskan di website Palapsi kok.
Lah terus ngapain kok nyantumin Hymne Palapsi?
Lah emang gak boleh? Ini blognya sapa juga. Hahaha, oke aku cuma pengen sedikit bernostalgia ke awal jaman-jaman FUD 2012. FUD, apa sih FUD itu? FUD itu Follow Up Diklat atau yang biasa disebut Dikjut di mapala lain. Istimewanya, di Palapsi meskipun belum Diklat (diksar) tetep boleh ikut dikjut (aku salah satunya), hal ini yang bikin kadiv gunung saat itu Hanif Akhtar mempromosikan kegiatan ini dan menjaring anak baru sebanyak-banyaknya. Ibarat menebar racun di air jernih, ‘korban’ pun banyak bermunculan. Karena Mas Hanif ini cukup pintar dalam merangkai kata-kata, banyak anak yang tergoda dengan iming-iming mengunjungi gunung-gunung indah dan memikat. Well, aku pun tertarik untuk ‘tau’ skill-skill gunung yang akan diajarkan dalam FUD ini.
Nah, kegiatan operasional pas FUD itu hampir tiap minggu selama kurang lebih 3 bulan dan tiap operasional pasti mengumandangkan Hymne Palapsi. Aku masih inget, pas operasional minggu kedua keTurgo dan hujan lebat menghadang kita saat turun gunung, kita menyanyikan lagi yang kita tau, apapun deh yang penting jangan diem. Ini cara kita dalam menghadapi stress (apalagi kita saat itu mau gamau harus nyeberangin sungai jalur lahar dingin dari Gunung Merapi yang cukup besar, dan arusnya lumayan deras...setinggi betis). Mulai dari lagu anime, sinetron, sampe lagu kebangsaan juga kita lantunkan. Dan satu waktu, kadivku itu request lagu, Hymne Palapsi. Mas Wahyu Achmad Septyan dan Mbak Ardiyan Esti Kurniawati langsung menyanggupi. Aku sendiri yang saat itu belum hafal cuma bisa lipsync. Hehe.
Bukan engga mungkin, hymne ini punya fungsi magis lho. Contohnya pas operasional Ungaran di mana aku jadi POnya (Project Officer semacam ketua pelaksana gitu) dan terjadi berbagai macam ‘bencana’ yang di luar dugaan. Kondisi tim suram, super suram, bahkan saking suramnya tu aku males nginget sebenernya -___- Well singkat cerita meskipun keadaan tim yang down serta didampingi pacet yang setia dengan raga kita (dalam arti yang sebenarnya), pas akhirnya kita berhasil menuntaskan titik target operasional dan mengumandangkan Hymne Palapsi, rasa capek dan suram itu mendadak sirna (prosesinya di salah satu puncak dengan rerumputan indah, walau cukup sulit buat ke sananya, tapi worth it berooo).
In brief, entah Hymne Palapsi punya efek magis atau tidak tapi buatku pribadi ini adalah memoar yang terus mendampingiku saat melaksanakan operasional, seperti gula untuk kopi hitam pekat dan menjadikannya nikmat.
-anclot-
My First Entry
Oke setelah sekian lama saya mengidamkan sebuah blog, akhirnya kebuat juga.
yah, emang masih minimalis sih. Tapi paling engga sekarang ada lahan buat ngabisin waktu, ga cuma online social media njuk galau. hahaha, udah ga jaman kayaknya.
Rencana sih ke depannya bakalan nulis tentang catatan perjalanan, pemikiran yang engga tersalur secara verbal, sama mungkin tulisan-tulisan ga jelas lainnya. Yah kalau ada yang ngebaca ya alhamdulillah, kalo ga ada yauda mau digimanain lagi -.- Yang jelas sih sebagai personal online diary aja deh. *menghibur diri
Yup, feel free buat komen atau mau copy tulisan yang ada di sini, dengan syarat ngomong dulu ke saya dan cantumin blog saya. hehe :)
See you! -anclot-
Langganan:
Postingan (Atom)