You Are What You Wear?

"Wah ini baju kok masih dipakai ta? Ini baju SD ta?" ujar Ibu ketika saya sedang njemuri pakaian.

Saya tersenyum. Memang, sebagian besar kemeja dan kaos saya adalah barang lama dalam artian belinya pas SD atau SMP. Beneran. Jarang sekali saya beli pakaian selama SMA maupun mahasiswa, paling dikasih atau dibelikan.

"Anggra gendutan ya?" ucap beberapa rekan saya.

Saya pun tersenyum kembali. Bukan gendutan, istilahnya adalah kembali gemuk karena ukuran saya ya segini-segini aja. All thanks to FUD yang telah mampu menurunkan berat badan 13kg dalam waktu 4 bulan saja. Kini saya jarang olahraga sehingga saya kembali pada bentuk tubuh awal. Yah, rindu masa-masa nggunung lah.

Beberapa waktu yang lalu saya membaca artikel mengenai sikap setia pada pendaki gunung, judulnya "Nak, Pacarilah Pendaki Gunung" atau apa, kurang ingat detailnya. Setelah merenung, saya pun mengamininya. 

Setia. Well ada benarnya sih. Saya ingat betul ketika Yandi, mantan kadiv gunung, mendapat kiriman tas carrier dari Padang tempat asalnya tinggal ketika FUD 2012. Dua tahun kemudian, meski tas yang dulu mulus kini sudah robek di sana sini, ia tetap memakai tas kebanggaannya itu ke gunung mana pun yang ingin ia kunjungi. Keadaan tasnya sudah memprihatinkan kalo boleh saya bilang, robeknya kebangetan. Tapi dia masih dengan setia merawat belahan kasih petualangan gunungnya itu.

Tidak hanya tas. Contoh kecil lainnya, baju. Salah satu partner gunung saya, Afiq, baju yang digunakan ketika naik gunung tidak banyak variasinya. Hanya dua seingat saya kaos bertuliskan "Who Are You?" dan "I'm Science Five" berwarna putih dan biru, padahal itu bukan seragam khusus untuk pendakian. Begitu pun Yandi yang meresmikan kemeja merah kotak-kotak sebagai pakaian resmi naik gunungnya. Saya? Kemeja kotak-kotak hitam putih adalah sahabat karib saya. Itu kemeja yang ada di foto background blog ini. Kemeja itu saya miliki sejak SD.

Barang-barang kami untuk berpetualang bukanlah barang yang bermerek mahal ataupun impor. Sekarang kan banyak sekali para pendaki yang menjadikan merek dan harga gear sebagai patokan sah tidaknya seorang pendaki. Tidak masalah jika diimbangi dengan skill dan pengalaman, sayangnya kedua hal tersebut tidak diperhatikan oleh pendaki-pendaki yang seperti ini. Hmm, sepertinya lain waktu akan saya tulis pengalaman mendaki Gede-Pangrango yang terkait dengan hal ini. Saya kenal beberapa petualang yang memiliki gear keren nan mahal, punya kemampuan dan pengalaman yang tinggi, tapi tidak pernah menjadikannya tolok ukur seorang pendaki gunung.

Mengenaskan. Mengenaskan jika kamu termasuk ke dalam kategori yang menilai pendaki dari merek alat yang ia miliki. Saya membayangkan jika ANC dikenal karena memiliki berbagai alat keren nan mahal, lalu ketika saya tidak memiliki alat keren nan mahal apakah saya masih ANC?

Simpel. Logam mulia akan tetap menjadi logam mulia, dengan packaging yang indah ataupun alakadarnya. Sebuah ironi jika logam mulia menjadi batu biasa hanya karena packaging mewah digantikan dengan balutan seadanya.



Previous
Next Post »
0 Komentar

POST A COMMENT