"Mengapa Saya Menikah?": Tujuan Pernikahan

Saya sebenarnya tidak terlalu yakin apakah tulisan ini akan bermanfaat bagi Anda, yang jelas ini adalah pengingat bagi diri saya untuk kehidupan saya.
.
.
Tulisan ini terinspirasi oleh sebuah pertanyaan yang sebenarnya sungguh telah ketinggalan zaman, namun masih tetap saja ditanyakan oleh orang-orang di sekitar saya: "Kapan menikah?"
.
Terkadang, agar tidak terkesan jadul, pertanyaan itu dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menggoda insan-insan yang tak berdaya untuk menyegerakan pernikahan, misalnya, "Foto di wisudaan udah, foto di pelaminan kapan?" atau dengan embel-embel agama, "Menyempurnakan Puasa Ramadhan selama sebulan kan udah tuh, nah kapan menyempurnakan ibadah pernikahan?" Pertanyaan yang terakhir patut diwaspadai bagi Anda-anda yang bersilaturahmi dengan keluarga besar dan kolega saat lebaran.
.
.
Berdasarkan observasi saya selama sekian tahun, pertanyaan ini (beserta modifikasinya) 99% dilontarkan oleh orang yang telah menikah, 1% nya ditanyakan oleh akun-akun sosial media yang tidak bisa dikroscek status pernikahannya.
.
Pertanyaan tersebut dapat dimaknai sebagai motivasi, sindiran, peringatan, dsb. 
Masalahnya, memang si penanya ini yang ngebayarin pernikahanmu?
.
Di samping itu, menikah bukanlah suatu hal sederhana yang dilakukan hanya karena "banyak rekan seusia yang telah melakukannya", "karena dorongan keluarga dan sahabat", "biar bisa bikin relationship goals", ataupun "menghindari zina". Untuk alasan yang terakhir akan dijabarkan di tulisan lain, kalau ada waktu.
.
.
Menikah itu butuh sebuah komitmen kuat. Menikah itu bukan hanya kuat berbahagia bersama, namun juga selalu ada ketika kesedihan melanda. Menikah itu tak selamanya ada di puncak honeymoon phase, ia sesungguhnya adalah perpaduan tanjakkan dan turunan serta jalan berliku. Sangat mungkin, ketika melaluinya kita terpisah dengan rekan seperjalanan kita dan tak saling bertemu lagi. Akan tetapi, seterjal apapun dan se-membingungkan apapun perjalanan tersebut, dua insan yang pernah ada rasa ini tetap dapat bertemu kembali jika memiliki sebuah tujuan yang sama. Ya, menikah itu butuh tujuan.
.
.
Sejujurnya, saya seringkali tak paham dengan jalan pikiran pasangan-pasangan yang menikah muda dan meng-encourage kaum single dan jomblo untuk lekas menikah. Alih-alih diarahkan untuk menyusun tujuan menikah, para kaum tertindas tersebut dicekoki dengan seluk-beluk informasi seremoni pernikahan.
.
Oi, seremoni itu paling hanya sehari doang! Ya mungkin bisa jadi 3, 7, atau bahkan 40 hari tergantung adat. Namun, tak ada apa-apanya dibandingkan pernikahan yang (idealnya) berlangsung seumur hidup!

img source: https://www.nacpatients.org.uk/content/sense-purpose-can-keep-you-healthy

Bagi Anda-anda yang belum menikah, atau sedang mempersiapkan pernikahan, coba merenung sejenak dan tanya diri sendiri, "Apa tujuanku menikah?" Kemudian tanyakan pada calon mempelai, "Apa tujuanmu menikah?" Jika sama, bersyukurlah. Jika berbeda, coba bicarakan baik-baik dan cari alternatif terbaik. 
.
Tujuan pernikahan bisa apa saja. "Materi dan keuangan", untuk memastikan kehidupan Anda akan ayem, tentrem, dan terjamin. "Menyempurnakan agama," boleh juga asal ibadahnya jadi lebih rajin, bukan di mulut doang. "Memenuhi kebutuhan psikologis," juga silahkan, tapi pastikan dulu pasangan Anda mau menjadi orang yang memenuhinya. "Demi cinta," hmm, ini agak abstrak sih, yang jelas diskusikan dulu apa yang sebaiknya dilakukan seandainya kalian tak saling cinta lagi.
.
Memang, tujuan tersebut bisa jadi berubah seiring berjalannya waktu sehingga ada baiknya dibicarakan secara rutin demi kualitas hubungan yang lebih baik.
.
.
"Ribet banget, sih?" Mungkin itu yang terbersit, well, tidak seribet menjalani pernikahan, kok. Trust me. Lagipula, dengan mengerti tujuan pernikahan dan tujuan hidup masing-masing akan memudahkan Anda mengambil keputusan sebagai pasangan dan anggota keluarga. Anda akan lebih mudah dalam menyusun daftar prioritas dalam menjalani hidup.
.
.
Karena menikah bukanlah suatu tujuan dan takkan pernah menjadi tujuan hidup seseorang, ia hanyalah satu alat untuk mencapai tujuan hidup seseorang.
.
.
.
Salam hangat,
Anggra
Seorang pelajar yang tak tahu apa-apa mengenai keluarga.