Its You and Me

Its You and Me
Two posts in a day! Such a rarity, I believe. Well, it is once in a blue moon, to be honest. However, all I want to say in this second post of the day is that this script has no code whatsoever. So if you, whoever you are, are trying to break this one. Stop it. You will just waste your energy. This post is dedicated to no one, but everyone. 

I contemplate a lot of things today. Starting with my past activity, my personality, even the things that never crossed my mind for a "normal me". In addition, I tried to understand other's perspective bit by bit. We are all different. Even the identical twin would be very different when we grow up. You could say that appearance may look alike, you could never say that their personality is exactly the same. And those abstract concepts may diversify our way to see some things. Our perspectives.

You and I have a discrete way of thinking, different value of life, also divergent interpretations of any situation happened on our surroundings. I think I am always right, but you do too. Both of us unexpectedly similar in this point of view. The problem is when we have different point of view regarding the same situation. We have our own argument. We have our own reason. We have our own way of thinking.


It won't stop. I will say it again. I won't stop. Until one of us acquiesce the opposite perspective. Not because of the rightousness, but for the sake of something greater.

Kisah Singkat Cangkirku dan Pilihan Anda

Kisah Singkat Cangkirku dan Pilihan Anda
Pertama-tama, terimakasih buat kamu yang masih sudi membaca segenap tulisan-tulisanku yang tak berarti. Hehe. Maafkan segala keabsurdan yang saya miliki. Okay, berikut adalah tulisan ketika masih semester tiga dulu. Semuanya, even the footnote. Maafkan segala ke"alay"annya. Thanks for coming!

* * * * *

Dan secangkir jahe instan hangat telah duduk dengan nyaman di atas meja belajarku. Ia menanti diriku yang sedang berkutat menghadapi tumpukan tugas dengan setia, tanpa beranjak sedikit pun dari sudut meja yang sepi. Aku pun termenung. Samar-samar terpantul bayangan diriku dari cangkir yang masih mengepul. Hmm, jikalau cangkir punya mata pasti dia sedang menatapku, menatapku yang sedari tadi hanya memandang layar laptop tanpa pernah menghiraukannya.
Kuamati lagi diriku melalui cangkir dan aku pun teringat ketidaksukaanku terhadap cermin. Ya, aku tidak suka dengan pantulan diriku yang ada di cermin. Bukan benci, tapi memang sejak dulu aku tidak pernah suka untuk bercermin dimana pun aku berada. Aku merasa malu terhadap diriku. Orang mungkin mengatakan penghargaan diriku terhadap diri sendiri kurang, ada pula yang berkomentar bahwa diriku terlalu merendah. Yah memang seperti itulah aku, rasa rendah diri yang ada pada diriku ini telah bercokol sekian lama dan memang aku pun nyaman-nyaman saja dengan hal itu. Aku hanya takut jika rasa ini kucabut hingga akar-akarnya, yang tersisa hanyalah kesombongan dan keangkuhan diri yang sulit untuk dikendalikan.
Sebagai efek lanjutan dari kurangnya rasa penghargaan diri, banyak hal-hal kecil yang mungkin tidak memberi dampak stres bagi orang lain tetapi memberi andil terhadap stres dalam diriku. Tetapi masih bisa diatasi dengan metode positive thinking yang selama ini aku pelajari kerena intensitas pemicu stres yang sering datang. Setiap ada pemicu stres hendak berkunjung, aku memberi konsep kepada sistem mentalku “keep calm and hakuna matata”. Hakuna matata adalah istilah dalam sebuah film yang mirip artinya dengan carpe diem, atau nikmatilah hidupmu sepenuhnya.
Seiring mengalirnya tulisan, aku yakin orang yang membacanya tidak merasa ini tulisan yang penting untuk disimak. Aku tahu akan hal ini karena Sang Cangkir pun telah kehabisan uapnya, kehabisan semangatnya untuk memperhatikanku. Anganku pun terbang, membayangkan diriku di masa depan. Akankah aku tetap rendah diri? Mungkin. Apakah aku tetap akan mudah tertekan? Mungkin. Bisakah aku menikmati hidupku nanti? Untuk yang satu ini aku jawab harus bisa.
Aku memiliki banyak impian muluk-muluk dan tak masuk akal yang aku pajang di tembok kamarku. Inti dari sekian banyak mimpi ini adalah aku ingin menikmati hidup. Hidupku sekarang sudah nikmat, tapi aku yakin hidupku esok hari akan lebih nikmat dan lebih nikmat dan begitu seterusnya. Banyak orang telah mengorbankan kenikmatan selagi berjuang meraih tujuan. Jadi mengapa kita tidak menikmati kehidupan sembari mengejar mimpi?
Well, tugasku adalah menuliskan diriku sekarang dan esok, tapi mengapa isinya ngelantur begini? Hmm, seingatku tidak ada ketentuan yang mengharuskan aku menuliskan aspek-aspek tertentu. Dan kalau pun penilai membaca tulisan ini tidak jelas dan tidak karuan, itulah yang ingin kusampaikan mengenai betapa tidak jelasnya gambaran diriku di kemudian hari.
Kuraih cangkir yang mulai dingin dan kuteguk sebagian dari isinya. Kubiarkan cairan jahe mengalir melewati kerongkonganku dan menghentak kerja otakku. Jika memang tugasku adalah menuliskan bagaimana diriku nantinya, aku hanya berharap masih bisa bertemu dengan esok hari, bercengkrama bersama matahari, menikmati secangkir jahe hangat, mendengarkan alunan lagu, bertemu dengan orang-orang yang aku sayangi, dan beristirahat lagi berselimutkan malam hari.
Kuteguk lagi sisa cairan yang ada di dalam cangkir, kali ini sampai habis. Kupandang layar laptopku dan kusadari tulisan amburadulku ini sudah lebih dari satu halaman. Kuputuskan untuk tidak menyiksa pembaca lebih lama lagi. Sembari memikirkan kata penutup, aku memejamkan mata. Tanpa sengaja kudengar jarum jam berdetak dengan suaranya yang khas. Kunikmati sambil menarik nafas dalam-dalam, terkadang aku lupa betapa nikmatnya tiap detik yang telah diberikan padaku bahkan seringkali mengeluh karena kehabisan waktu  menghadapi berbagai aktivitas. Esok hari adalah gambaran yang abstrak, tetapi apa pun yang terjadi ya nikmati saja tiap-tiap detiknya. Tik tok tik tok...


NB: membaca tulisan ini sampai akhir bukan kewajiban, melainkan pilihan Anda. terimakasih