Sekali lagi...
Kamu tidak akan
pernah tahu nilai sesuatu sebelum menemukan pembandingnya...
Beberapa waktu yang lalu ada sebuah program yang saya
ikuti. Intinya bertemu dengan kakak-kakak senior Psikologi. Tidak hanya saya,
ada lebih dari dua puluh orang yang mengikuti diskusi. Kami bermimpi menjelajah
negeri. Well, fokus di sini bukan
mengenai forum inspirasi.
Ketika itu ada pembicara mengatakan kata-kata mutiara
yang sebenarnya biasa saya dengar, “Anda baru akan menyadari pentingnya sesuatu
setelah kehilangannya, atau bertemu dengan pembandingnya”.
Bayangkan jika kamu menyukai satu jenis masakan.
Tidak pernah ada jenis masakan lain yang pernah kamu coba sebelumnya. Maka
hanya ada dua pilihan pemikiran yang muncul, masakan tersebut enak atau tidak
enak. Akan tetapi kamu tidak pernah tahu seberapa enak maupun seberapa tidak
enak masakan tersebut.
Hingga bertemu dengan suatu kondisi pembanding, misal
bertemu jenis masakan lain. Setelah merasakan masakan lain tersebut, besar
kemungkinan akan muncul pemikiran yang berbeda 1800 dengan pemikiran
awal. Entah berpikir betapa enaknya suatu hal yang dianggap tidak enak, maupun
betapa tidak enaknya sesuatu yang dianggap enak. Relatif. Butuh pembanding.
Apakah pembanding selalu dibutuhkan? Tergantung. Bisa
iya, bisa tidak. Relatif.
Seseorang disebut cantik atau tampan, apabila ada
sosok yang jelek.
Seseorang disebut kaya, apabila ada yang miskin.
Seseorang disebut beruntung, apabila ada yang sial.
Benarkah demikian? Sejak kapan dunia ini bersifat
serba biner?
Saya menyadari betapa beruntungnya saya tanpa harus
melihat orang sial di sekitar area.
Saya hanya membuat daftar, menuliskannya dalam kertas.
Daftar tentang apapun yang saya miliki, serta daftar
potensi yang dapat dikembangkan.
Dan ternyata daftar tersebut tidak pernah selesai
saya tuliskan.